BAB 1
HAKIKAT DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
HAKIKAT BAHASA
A. Pengertian Bahasa
Pengertian bahasa yang telah dirumuskan beberapa ahli :
1. Bahasa adalah sebuah simbol bunyi yang arbiter yang
digunakan untuk komunikasi manusia (Wardhaugh, 1972)
2. Bahasa adalah sebuah alat untuk mengomunikasikan gagasan
atau perasaan secara sistematis melalui penggunaan tanda, suara, gerak atau
tanda-tadan yang disepakati, yang memiliki makna yang dipahami (Webster’s New
Collegiate Dictionary,1981)
3. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang
dipergunakan oleh para anggota sosial utnuk berkomunikasi, bekerja sama dan
mengidentifikasi diri (Kentjono, Ed.,1984:2)
4. Bahasa adalah salah satu dari sejumlah sistem makna yang
sdecara bersama-sama membentuk budaya manusia (Halliday dan Hasan,1991)
Ada yang menekankan pada sistem, alat, dan juga pada
komunikasi yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Bahasa adalah sebuah sistem
Sebagai sebuah sistem, bahasa terdiri dari sejumlah unsur
yang saling terkait dan tertata secara beraturan, serta memiliki makna.
Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan
sistemis. Sistematis artinya bahasa itu dapat diuraikan atas satuan-satuan
terbatas yang berkombinasi dengan kaidah-kaidah yang dapat diramalkan.
Sistematis artinya bahasa terdiri dari sejumlah subsistem, yang satu sama lain
terkait dan membentuk satu kesatuan utuh yang bermakna.
2. Bahasa merupakan sistem Lambang yang arbiter (mana suka)
dan konvensional
Bahasa merupakan sistem simbol, baik berupa bunyi
dan/atau tulisan yang dipergunakan dan disepakati oleh suatu kelompok sosial.
Sebagai sebauh simbol, bahasa memiliki arti. Mengapa
harus dipelajari ?
a) Penamaan suatu objek atau peristiwa yang sama antara satu
masyarakat bahasa dengan masyarakat bahasa lainnya tidak sama.
b) Bahasa terdiri dari aturan-aturan atau kaidah yang
disepakati
c) Tidak ada hubungan langsung dan wajib antara lambang
bahasa dan objeknya. Hubungan keduanya bersifat
mana suka (arbiter)
3. Bahasa Bersifat Produktif
Fonem dan pola dasar kalimat dalam bahasa Indoensia
begitu terbatas. Justru dari keterbatasannya itu dapat dihasilkan satuan bahasa
dalam jumlah yang tak terbatas. Kita dapat membentuk ribuan kata, kalimat atau
wacana dengan segala variasinya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat
penggunanya.
4. Bahasa memiliki Fungsi dan Variasi
Bahasa memiliki fungsi sebagai alat komunikasi. perbedaan
penggunaan bahasa oleh suatu kelompok itu disebut variasi atau ragam bahasa.
Sementara itu, setiap kelompok itu terdiri dari sejumlah anggota pengguna
bahasa. Disadari atau tidak, masing-masing individu memiliki kekhasan
tersendiri yang tercermin dalam bahasa yang digunakannya. Keseluruhan ciri
bahasa orang per orang disebut idiolek.
B. Fungsi Bahasa
Secara umum bahasa memiliki fungsi personal dan sosial.
Fungsi personal mengacu pada peranan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan setiap diri manusia sebagai makhluk individu. Adapun fungsi sosial mengacu pada peranan bahasa sebagai
alat komunikasi dan berinteraksi antarindividu atau antarkelompok sosial.
Halliday (1975, dalam Tompkins dan Hoskisson,1995) secara
khusus mengidentifikasi fungsi-fungsi bahasa sebagai berikut :
1. Fungsi personal, yaitu penggunaan bahasa untuk
mengungkapkan pendapat, pikiran, sikap atau perasaan pemakainya
2. Fungis regulator, yaitu penggunaan bahasa untuk
mempengaruhi sikap atau pikiran/pendapat orang lain, seperti bujukan, rayuan,
permohonan atau perintah
3. Fungsi interaksional, yaitu penggunana bahasa untuk
menjalin kontak dan menjaga hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati
atau penghiburan
4. Fungsi Informatif, yaitu penggunaan bahasa untuk
menyampaikan informasi, ilmu pengetahuan atau budaya
5. Fungsi heuristik, yaitu penggunanan bahasa bahasa untuk
belajar atau memperoleh informasi, seperti pertanyaan atau permintaan
penjelasan atas sesuatu hal
6. Fungsi imajinatif, yaitu penggunaan bahasa untuk memenuhi
dan menyalurkan rasa estetsi (indah), seperti nyanyian dan karya sastra
7. Fungsi Instrumental , yaitu penggunaan bahasa untuk
mengungkapkan keinginan atau kebutuhan pemakainya, seperti saya ingin ...
C. Ragam Bahasa
Ragam bahasa adalah variasi penggunaan bahasa yang
disebabkan oleh pemakai dan pemakaian bahasa. Dari segi pemakai atau penutur
bahasa, ragam bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan pada :
1. Daerah asal penuturan atau pemakai bahasa
2. Kelompok sosial, dan
3. Sikap berbahasa
Sementara dari sudut pemakaian bahasa, klasifikasi ragam
bahasa dapat dilakukan berdasarkan pada :
1. Bidang atau pokok persoalan yang diperbincangkan
2. Sarana atau media yang dipakai
3. Situasi atau kondisi pemakaian bahasa
Warna atau ciri berbahasa Indonesia dari suatu kelompok
masyarakat yang berasal dari suatu suku atau daerah tertentu menghasilakan
suatu ragama bahasa Indonesia yang disebut dengan ragam bahasa daerah atau
dialek geografi.
Dari segi kelompok sosial, ragam bahasa dapat kita
bedakan berdasarkan :
1. Kedudukan pemakai bahasa;
2. Jenis pekerjaan
3. Pendidikan
Konsep kedudukan mengacu pada status sosial yang
disandang pemakai bahasa di tengah-tengah masyarakatnya. Sebagaimana
digambarkan pada skema sebelumnya, ragam bahasa Indonesia juga dapat
dikelompokkan menurut pemakainya, yang terdiri dari (1) bidang atau pokok
persoalan yang dibicarakan, (2) Sarana atua media yang digunakan dalam
berbahasa, serta (3) situasi pemakainya.
Ragam bahasa berdasarkan situasi penggunaannya melahirkan
istilah ragam resmi dan tak resmi. Sesuai dengan namanya, ragam bahasa resmi
digunakan dalam situasi formal, seperti pidato kenegaraan, karya ilmiah, surat
dinas, dan dokumen pemerintah atau organisasi. Sementara itu, ragam tak resmi
digunakan dalam situasi berbahas yang santai dan akrab. Misalnya dalam
percakapan antara penjual dengan pembelio, anggota keluarga, teman sejawat,
surat-surat pribadi, dan acara rekratif atau hiburan.
Dalam memahami masalah ragam bahasa ada tiga hal yang
perlu diperhatikan :
a. batas antarragam itu dalam kenyataan berbahasa tidaklah
setegas dan sejalas
b. dalam suatu peristiwa bahasa, hampir tidak pernah seorang
pemakai bahasa hanya menggunakan satu ragam bahasa.
c. tak ada satu ragam pun yang lebih baik atau lebih buruk.
Semua ragam bahasa itu baik, justru harus dapat memilih ragam bahasa yang
paling sesuai dengan kebutuhan dan tujuan berbahasa.
HAKIKAT PEMBELAJARAN
BAHASA
A. Konsep Belajar
Belajar adalah sebuah proses penambahan bagian demi
bagian informasi baru terhadap apa yang telah mereka ketahui dan kuasai
sebelumnya. Pengetahuan dibangun siswa melalui keterlibatan mereka secara aktif
dalam belajar atau apa yang dikenal dengan istilah John Dewey “belajar sambil berbuat
(learning by doing). Jadi keberhasilan pembelajaran tidak terletak pada
seberapa banyak materi atau informasi yang disampaikan guru kepada siswa.
Padahal, ukuran utama keberhasilan pembelajaran terletak
pada seberapa jauh guru dapat melibatkan siswa secara aktif dalam belajar.
Siswa belajar dengan menggunakan tiga cara, yaitu melalui pengalaman (dengan
kegiatan langsung atau tidak langsung), pengamatan (melihat contoh atau model),
dan bahasa.
Implikasinya bagi guru dalam pembelajaran adalah :
- karena siswa belajar berdasrkan apa yang telah dipahami atau dikuasai sebelumnya maka, guru hendaknya mengupayakan agar pembelajaran bertolak dari apa yang telah diketahui siswa.
- karena belajar dilakukan secara aktif oleh siswa melalui kegiatan atau pengalaman belajar yang dilaluinya maka siswalah yang berperan sebagai pusat pembelajaran.
- dalam belajar siswa perlu berinteraksi dengan yang lain serta dukungan guru dan temannya maka guru perlu merancang kegiatan belajar bukan hanya dalam bentuk klasikal atau individual, tetapi juga dalam bentuk kelompok.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku siswa melalui latihan dan pengalaman yang
dilakukannya secara aktif. Hasil belajar berupa pengetahuan, siap atau
keterampilan yang dibangun siswa berdasarkan apa yang telah dipahami dan
dikuasainya. Dalam pembelajaran tugas guru adalah menjadikan siswa belajar
melalui penciptaan strategi dan lingkungan belajar yang menarik dan bermakna.
B. Belajar Bahasa
Anak-anak itu belajar dan menguasai bahasa tanpa disadari
dan tanpa beban, apalagi diajari secara khusus. Mereka belajar bahasa melalui
pola berikut.
1.
Semua komponen, Sistem dan
Keterampilan Bahasa Dipelajari secara Terpadu
2.
Belajar bahasa dilakukan
secara alami dan langsung dalam konteks yang otentik
3.
Belajar bahasa dilakukan
secara bertahap, sesuai dengan kebutuhannya
4.
Belajar bahasa dilakukan
melalui strategi uji coba (Troal-Error) dan strategi lainnya
BAB 2
PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE
A. Pengertian
Bahasa
sangat pentintg dalam kehidupan. Dengan bahasa kita dapat menyampaikan
keinginan pendapat dan perasaan. Dengan bahasa pula kita dapat memahami dan
mengetahui apa yang terjadi di dunia dan lingkungan sekitar. Setiap orang
memiliki kemampuan berbahasa.
Seiring
kita jumpai anak yang pandai bercerita dengan susunan kalimat yang benar
sehingga orang yang mendengarkannya dapat menerima, memahami jalan cerita
tersebut, ternyata anak tersebut belum sekolah.
Namun,
ketika anak mulai sekolah dan mendapat pelajaran bahasa, keadaan menjadi
terbalik. Bahasa yang semula merupakan hal yang mudah dan mengasyikkan berubah
menjadi pelajaran yang sulit (Goodman, 1986). Orang tua mengeluh tentang
anaknya yang mendapat nilau kurang untuk pelajaran Bahasa Indonesia.
Pelajaran
bahasa yang seharusnya menyenangkan dan mengasyikkan ternyata jauh dari
harapan. Hal ini disebabkan karena di sekolah bahasa diajarkan secara
terpisah-pisah. Terpisah maksudnya guru mengajarkan bahasa secara terpisah,
misalnya membaca diajarkan pada jam yang berbeda dengan menulis, demikian
dengan yang lainnya.
Di
samping itu materi yang diajarkan terlihat artifilasi dan tidak relevan dengan
kehidupan siswa, sehingga tidak menarik bagi siswa. Contoh pelajaran menulis,
siswa diminta untuk menulis karangan tentang kehidupan di laut, padahal mereka
belum pernah melihat laut, tentunya siswa akan kesulitan.
Untuk
memperbaiki pengajaran bahasa di beberapa negara, seperti : Inggris, Australis,
New Zealand, Kanada dan AS mulai menerapkan pendekatan Whole Language pada
sekitar tahun 80-an (Routman, 1991). Whole Language adalah satu pendekatan
pengajaran bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh tidak
terpisah-pisah. Para ahli Whole Language berkeyakinan bahwa
bahasa merupakan satu kesatuan (Whole) yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Oleh
karena itu pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata
bahasa dan kosa kata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau
autentik.
B. Komponen-Komponen Whole Language
Whole
Language adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa, tentang
pembelajaran dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pembelajara.
Orang-orang yang dimaksud adalah siswa dan guru. Whole Language dimulai dengan
menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan secara utuh dan keterampilan
bahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) diajarkan secara terpadu.
Anda da[at mencoba menerapkannya dengan mengetahui komponen-komponen yang
tedapat dalam Whole Language.
Menurut
Routman (1991) dan Froese (1991) ada delapan komponen Whole Language, yaitu :
1.
Reading aloud
2.
Journal writing
3.
Sustained silent reading
4.
Shared reading
5.
Guided reading
6.
Guided writing
7.
Independent reading
8.
Independent writing
Nah
sekarang mari kita pelajari komponen Whole Language tersebut satu per satu.
Mari kita mulai dengan reading aloud.
Reading
aloud
Reading
aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk siswanya. Guru
dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks atau buku cerita lainnya
dan membacakannya dengan suara keras dan intonasi yang baik sehingga setiap
siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Kegiatan ini sangat
bermanfaat terutama jika dilakukan di kelas rendah.
Manfaat
yang didapat dari reading aloud, antara lain : meningkatkan keterampilan
menyimak, memperkaya kosa kata, membantu meningkatkan membaca pemahaman, dan
yang tidak kalah penting adalah menumbuhkan minat baca pada siswa. Reading
aloud juga dapat dilakukan dan baik dilakukan di kelas tinggi. Reading aloud
dilakukan setiap hari saat mulai pelajaran.
Journal
writing
Journal
writing atau menulis jurnal. Bagi guru yang menerapkan Whole Language, menulis
jurnal adalah komponen yang dapat dengan mudah diterapkan. Jurnal merupakan
sarana yang aman bagi siswa untuk mengungkapkan perasaannya, menceritakan
kejadian di sekitarnya, membeberkan hasil belajarnya, dan menggunakan bahasa
dalam bentuk tulisan.
Menulis
jurnal bukanlah tugas yang harus dinilai namun guru berkewajiban untuk membaca
jurnal yang ditulis anak dan memberi komentar atau respons terhadap tulisan
tersebut sehingga ada dialog antara guru dan siswa.
Banyak
manfaat yang dapat kita peroleh dari kegiatan menulis jurnal ini. Manfaat
tersebut, antara lain sebagai berikut :
1.
Meningkatkan kemampuan menulis. Dengan menulis
jurnal siswa akan terbiasa mengungkapkan pikirannya dalam bentuk tulisan yang
kemudian membantunya untuk mengembangkan kemampuan menulis.
2.
Meningkatkan kemampuan membaca. Siswa secara
spontan akan membaca hasil tulisannya sendiri setiap ia selesai menulis jurnal.
3.
Menumbuhkan keberanian menghadapi resiko.
Menulis jurnal bukanlah kegiatan yang harus dinilai maka siswa tidak perlu
takut untuk berbuat salah. Kesempatan ini dapat digunakan sebagai sarana untuk
bereksplorasi.
4.
Memberi kesempatan untuk membuat refleksi.
Melalui jurnal siswa dapat merefleksi apa yang telag dipelajarinya atau
dilakukannya.
5.
Memvalidasi pengalaman dan perasaan pribadi.
Kejadian apa saja yang dialami oleh siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah
dapat diungkapkan dalam jurnal. Dengan menghargai apa yang ditulis siswa akan
membuat siswa merasa dihargai.
6.
Memberikan tempat yang akam dan rahasia untuk
menulis. Terutama untuk siswa kelas tinggi, jurnal adalah sarana untuk
mengungkapkan perasaan pribadi. Jurnal ini sering disebut diary atau buku
harian. Untuk jurnal jenis ini siswa boleh memilih apakah guru boleh membaca
jurnalnya atau tidak.
7.
Meningkatkan kemampuan berpikir. Dengan meminta
siswa menulis jurnal berarti melatih mereka melakukan proses berpikir, mereka
berusaha mengingat kembali, memilih kejadian mana yang akan diceritakan, dan
menyusun informasi yang dimiliki menjadi cerita yang dapat dipahami pembaca.
8.
Meningkatkan kesadaran akan peraturan menulis.
Melalui menulis jurnal siswa belajar tata cara menulis, seperti penggunaan
huruf besar, tanda baca dan struktur kalimat (tata bahasa). Siswa juga mulia
menulis dengan menggunakan topik, judul, halaman, dan subtopik. Mereka juga
menggunakan bentuk tulisan yang berbeda, seperti dialog (percakapan) dan cerita
bersambung. Semua ini diajarkan tidak secara formal.
9.
Menjadi alat evaluasi. Siswa dapat melihat
kembali jurnal yang ditulisnya dan menilai sendiri kemampuan menulisnya. Mereka
dapat melihat komentar atau respons guru atas kemajuannya.
10. Menjadi
dokumen tertulis. Journal writing dapat digunakan siswa sebagai dokumen
tertulis mengenai perkembangan hidup atau pribadinya. Setelah mereka dewasa,
mereka dapat melihat kembali hal-hal apa yang pernah anggap penting pada waktu
dulu.
Sustained
silent reading
Komponen
Whole Language yang ketiga adalah sustained silent reading (SSR). SSR adalah
kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan ini siswa
diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi yang akan dibavanya.
Biarkan siswa untuk memilih bacaan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga
mereka dapat menyelesaikan membaca bacaan tersebut.
Guru
dapat memberi contoh sikap membaca dalam hati yang baik sehingga mereka dapat
meningkatkan kemampuan membaca dalam hati untuk waktu yang cukup lama. Pesan
yang ingin disampaikan kepada siswa melalui kegiatan ini adalah :
- Membaca adalah kegiatan penting yang menyenangkan.
- Membaca dapat dilakukan oleh siapapun.
- Membaca berarti kita berkomunikasi dengan pengarang buku tersebut.
- Siswa dapat membaca dan berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang cukup lama.
- Guru percaya bahwa siswa memahami apa yang mereka baca.
- Siswa dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya setelah kegiatan SSR berakhir.
Shared
reading
Komponen
Whole Language yang keempat adalah shared reading. Shared reading ini adalah
kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa dimana setiap orang mempunyai
buku yang sedang dibacanya. Kegiatan ini dapat dilakukan baik di kelas rendah
maupun di kelas tinggi. Ada beberapa cara melakukan kegiatan ini, yaitu :
- Guru membaca dan siswa mengikutinya (untuk kelas rendah).
- Guru membaca dan siswa menyimak sambil melihat bacaan yang tertera pada buku.
- Siswa membaca bergiliran.
Maksud
kegiatan ini adalah :
- Sambil melihat tulisan, siswa berkesempatan untuk memperhatikan guru membaca sebagai model.
- Memberikan kesempatan untuk memperlihatkan keterampilan membacanya.
- Siswa yang masih kurang terampil dalam membaca mendapat contoh membaca yang benar.
Dalam
hal ini, anda telah melakukan shared reading. Sebaiknya anda meneruskan
kegiatan ini dengan melibatkan keterampilan lain, seperti berbicara dan menulis
agar kegiatan Anda menjadi kegiatan berbahasa yang utuh dan riel.
Guided
reading
Komponen
Whole Language yang kelima adalah guided reading. Tidak seperti pada shared
reading, dimana guru lebih berperan sebagai model dalam membaca, dalam guided
reading atau disebut juga membaca terbimbing, guru menjadi pengamat dan
fasilitator. Dalam guided reading semua siswa membaca dan mendiskusikan buku
yang sama. Guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa menjawab dengan
kritis, bukan sekedar pertanyaan pemahaman. Kegiatan ini merupakan kegiatan
membaca yang penting dilakukan di kelas.
Guided writing
Komponen
Whole Language yang keenam adalah guided writing atau menulis terbimbing. Dalam
menulis terbimbing peran guru adalah sebagai fasilitator, membantu siswa
menemukan apa yang ingin ditulisnya dan bagaiman menulisnya dengan jelas,
sistematis dan menarik. Guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur,
sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Dalam kegiatan ini proses
writing, seperti memilih topik, membuat draft, memperbaiki, dan mengedit
dilakukan sendiroi oleh siswa.
Independent
reading
Komponen
Whole Language yang ketujuh adalah independent reading. Independent reading
atau membaca bebas adalah kegiatan membaca, dimana siswa berlesempatan untuk
menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya. Membaca bebas merupakan bagian
integral dari Whole Language. Dalam independent reading siswa bertanggung jawab
terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun berubah dari seorang
pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator,
dan pemberi respons. Menurut penelitian yang dilakukan Anderson dkk (1988),
membaca bebas yang diberikan secara rutin walaupun hanya 10 menit sehari dapat
meningkatkan kemampuan membaca pada siswa.
Dalam
memperkenalkan buku, sebaiknya anda juga membahas tentang pengarang dan
ilustrator yang biasanya tertuis di halaman akhir. Jika tidak ada keterangan
tertulis tentang pengarang atau ilustrator, anda paling tidak dapat menyebutkan
nama-nama mereka atau tambahkan sedikit informasi yang anda ketahui. Hal ini
penting dilakukan agar siswa sadar, bahwa sesungguhnya buku itu ditulis oleh
manusia bukan mesin.
Buku
yang dibaca siswa untuk independent reading tidak selalu harus didapat dari
perpustakaan sekolah atau kelas atau disiapkan guru. Siswa dapat saja
mendapatkan buku daru berbagai sumber seperti perpustakaan kota/kabupaten,
buku-buku yang ada di rumah, di toko buku, pinjam teman atau dari sumber
lainnya.
Independent
writing
Komponen
Whole Language yang kedelapan adalah independen writing atau menulis bebas,
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis,
dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Dalam menulis bebas siswa mempunyai
kesempatan untuk menulis tanpa ada intervensi dari guru. Siswa bertanggung
jawab sepenuhnya dalam proses menulis. Jenis menulis yang termasuk dalam
independent writing antara laian menulis jurnal, dan menulis respons.
Jangan
mencoba menerapkan semua komponen sekaligus karena akan membingungkan siswa.
Contoh dengan satu komponen dulu dan perhatikan hasilnya. Jika siswa telah
terbiasa menggunakan komponen tersebut kemudian mencoba lagi menerapkan
komponen yang lain.
C. Ciri-Ciri Kelas Whole Language
Ada
tujuh ciri yang menandakan kelas Whole Language. Pertama, kelas yang menerapkan
Whole Language penuh dengan barang cetakan. Barang-barang tersebut tergantung
di dinding, pintu, dan furniture. Label yang dibuat siswa ditempel pada meja,
kabinet, dan sudut belajar. Poster hasil kerja siswa menghiasi dinding dan
bulletin board. Karya tulis siswa dan chart yang dibuat siswa menggantikan
bulletin board yang dibuat guru. Salah satu sudut kelas diubah menjadi
perpustakaan yang dilengkapi berbagai jenis buku.
Kedua,
di kelas Whole Language siswa belajar melalui model atau contoh. Guru dan siswa
bersama-sama melakukan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Over
Head Projector (OHP) dan transparansi digunakan untuk memperagakan proses
menulis. Siswa mendengarkan cerita melalui tape recorder untuk mendapatkan
contoh membaca yang benar.
Ketiga,
di kelas Whole Language siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat
kemampuannya. Agar siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya
maka di kelas tersedia buku dan materi yang menunjang.
Keempat,
dikelas Whole Language siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran
guru di kelas Whole Language lebih sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih
beberapa tanggung jawab yang biasanya dilakukan guru. Siswa membuat
kumpulan kata (words banks), melakukan brainstorming dan mengumpulkan fakta.
Pekerjaan siswa ditulis pada chart dan terpampang di seluruh ruangan. Siswa
menjaga kebersihan dan kerapian kelas.
Kelima,
di kelas Whole Language siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran
bermakna. Siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang membantu
mengembangkan rasa tanggung jawab dan tidak tergantung. Siswa terlibat dalam
kegiatan kelompok kecil atau keinginan individual.
Keenam,
di kelas Whole Language siswa berani mengambil resiko dan bebas bereksperimen.
Guru di kelas Whole Language menyediakan kegiatan belajar dalam berbagai
tingkat kemampuan sehingga semua siswa dapat berhasil. Hasil tulisan siswa
dipajang tanpa ada tanda koreksi. Contoh hasil kerja setiap siswa terpampang di
seputar ruang kelas.
Ketujuh,
di kelas Whole Language siswa mendapat balikan (feedback) positif baik dari
guru maupun temannya. Ciri kelas Whole Language, bahwa pemberian feedback
dilakukan dengan segera. Meja ditata berkelompok agar memungkinkan siswa
berdiskusi, berkolaborasi, dan melakukan konferensi. Konferensi antara guru dan
siswa memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat
perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapatkan
respons positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.
D. Penilaian dalam Kelas Whole Language
Di dalam
kelas Whole Language, guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan
siswa. Secara informal, selama pembelajaran berlangsung, guru memperhatikan
siswa menulis, mendengarkan siswa berdiskusi baik dalam kelompok ataupun
diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan temannya atau dengan guru,
penilaian juga dilakukan, bahkan guru juga memberikan penilaian saat siswa
bermain selama waktu istirahat.
Kemudian,
penilaian juga berlangsung ketika siswa dan guru mengadakan konferensi, guru
memberikan penilaian pada siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Selain
penilaian informal, penilaian juga dilakukan dengan menggunakan portofolio.
Portofolio adalah kumpulan hasil kerja siswa selama kegiatan pembelajaran.
Dengan portofolio perkembangan siswa dapat terlihat secara otentik.
BAB 3
KAJIAN KURIKULUM MATA PELAJARAN
BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR
KAJIAN KURIKULUM MATA PELAJARAN
BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR
A.
Kegiatan
Belajar I
Mengkaji
Komponen -komponen dalam kurikulum Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Sekolah Dasar.
Sejalan dengan
perkembangan zaman dan dalam rangka mempersiapkan peserta didik menghadapi
tantangan masa depan dan meningkatkan mutu pendidikan nasional maka Departemen
Pendidikan Nasional meresponnya dengan menyempurnakan kurikulum secara
berkelanjutan yang diberi nama "kurikulum berbasis kompetensi" ( KBK
). KBK ini merupakan refleksi pemikiran atau pengkajian ulang dan penilaian
terhadap kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1994. selain itu, dalam setiap
feformasi pendidikan, selalu terjadi perubahan. Perubahan yang terjadi dari
GBPP 1994 ke KBK adalah dalam hal penyederhanaan materi.
KBK merupakan
perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang
harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar - mengajar, pemberdayaan
sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum ini
berorientasi pada :
1.
Hasil dan
dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian
pengalaman belajar yang bermakna.
2.
Keberagaman yang
dapat dimanifestasikan
sesuai dengan kebutuhannya.
KBK merupakan kerangka inti yang mempunyai empat komponen, yaitu :
KBK merupakan kerangka inti yang mempunyai empat komponen, yaitu :
a.
Kurikulum dan
hasil belajar
b.
Penilaian
berbasis kelas
c.
kegiatan
belajar mengajar
d.
pengelolaan
kurikulum berbasis sekolah.
Dalam KBK mata pelajaran Bahasa Indonesia SD memuat 7 komponen yang
perlu dicermati, yaitu :
1.
Pengertian
Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kesusastraan sebagai salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut. KBK mata pelajaran Bahasa Indonesia SD adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan berbahasa dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Jadi, KBK Bahasa dan Sastra SD meliputi tiga ranah, yaitu kognitif afektif dan psikomotor.
Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kesusastraan sebagai salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut. KBK mata pelajaran Bahasa Indonesia SD adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan berbahasa dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Jadi, KBK Bahasa dan Sastra SD meliputi tiga ranah, yaitu kognitif afektif dan psikomotor.
2.
Fungsi dan
Tujuan
a.
Fungsi Mata
Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam KBK adalah:
1)
Sarana membina
persatuan dan kesatuan bangsa.
2)
Sarana
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan
budaya.
3)
Sarana
peningkatan iptek dan seni.
4)
Sarana
penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia untuk berbagai keperluan.
5)
Saran
pengembangan penalaran.
b.
Tujuan umum
pembelajaran Bahasa Indonesia SD dalam KBK adalah:
1)
Siswa
menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan
bahasa Negara.
2)
Siswa memahami
Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya
dengan tepat dan kreatif dalam bermacam - macam tujuan
3)
Siswa memiliki
kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, kematangan emosional dan sosial.
4)
Siswa memiliki
disipolin dalam berpikir dan berbahasa.
5)
Siswa mampu
menikmati dam memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan keporibadian,
wawasan kehidupan, meningkatkan kemampuan berbahasa,
6)
siswa
menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan
intelektual.
Dari rumusan
tersebut, lulusan SD diharapkan mampu :
a) Mengunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar untuk berbagai keperluan, seperti pengembangan intelektual sosial.
b) Diharapkan memililki pengetahuan yang memadai
tentang kebahasaan sehingga dapat menunjang keterampilan berbahasa yang dapat
diterpkan dalam berbagai keperluan dan kesempatan.
c) Memiliki sikap positif terhadap bahasa
Indonesia, menghargai, membanggakan dan bahkan memeliharanya, dan
d) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
mengembangkan kepribadian dan khasanah budaya / intelektual bangsa
Indonesia.
3. Kompetensi Umum
Kompetensi di sini maksudnya adalah pengetahuan, keterampilan dan
nilai - nilai dasar yang direfleksikan dalam kebniasaan berfikir dan bertindak.
KBK mata pelajaran Bahasa Indonesia SD ada enam aspek yaitu : mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, kebahasaan, apresiasi bahasa dan sastra Indonesia.
KBK mata pelajaran Bahasa Indonesia SD ada enam aspek yaitu : mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, kebahasaan, apresiasi bahasa dan sastra Indonesia.
4. Hasil Belajar
Secara garis besar hasil belajar dapat dicapai sebagai berikut :
a. Mendengarkan : mendengarkan cerita, berita, bunyi, atau suara,
perintah, pengumuman, ceramah dan seterusnya.
b. Berbicara, dialog, pesan, keluarga, drama
pendek, gambar seri.
c. Membaca : huruf, suku kata, kalimat, paragraph
denah, berbagai teks
d. Menulis : Menulis huruf, suku kata, kata,
kalimat, paragraph karangan dan seterusnya.
e. Sastra ; dongeng, puisi, pantun, cerita
pendek, dram sederhana
f. Kebahasaan : intonasi, lafal, ejaan, tanda
baca, kata, kalimat, imbuhan, partikel.
5. Pendekatan dan Pengorganisasian Materi
Untuk menentukan pendekatan apa yang dipakai, serta
pengorganisasian materi pembelajaran Bahasa dan sastra Indonesia SD maka banyak
hal yang harus dicermati, antara lain :
a.
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi
b.
Kecenderungan siswa SD
c.
Perkembangan bahasa siswa SD
d.
Posisi bahasa Indonesia sebagai pelajaran yang strategis
( pengantar dalam pelajaran lain ). Dengan
demikian, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah
memadukan antar berbagai pendekatan yaitu berikut ini :
1)
Pendekatan
komunikatif
2)
Pembelajaran
terpadu
3)
Pendekatan keterampilan
proses dan CBSA
6. Rambu - rambu
Pada hakikatnya belajr bahasa adalah belajar kominikasi
karena itu pembelajaran bahasa harus diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
berkomunikasi.
a. Kemampuan dasar, hasil belajar dan indikataor
pencapaian hasil belajar yang tercantum dalam KBK yang merupakan standar
nasional dan bahan minimal yang harus dikuasai oleh siswa.
b. Komponen dasar Bahasa Indonesia SD mencakup
mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, sastra, dan kebahasaan.
c. Deversifikasi dalam KBK ditunjukkan dengan
tanda (*) bagi siswa yang memiliki kemampuan lebih.
II. Kegiatan Belajar II
Pengembangan Hasil Kajian Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Sekolah Dasar. Pembelajaran bahasa SD merupakan pembelajaran yang paling utama,
terutama di SD kelas rendah I dan II. Dikatakan demikian, dengan bahasalah
siswa dapat menimba ilmu pengetahuan, teknologi, seni, serta informasi yang
ditularkan dari pendidik. Proses tersebut terjadi sedjak awal belajr di
sekolah. Adapun aspek - aspek pembelajaran Bahasa Indonesia SD adalah :
Menyimak, Berbicara, Membaca, Menulis, Kebahasaan, dan Sastra.
BAB 4
FONOLOGI
BAHASA INDONESIA
A. Pengertian
Bunyi Bahasa
Berbicara tentang bunyi memang mempunyai
hubungan erat sekali dengan bahasa. Setiap bahasa ditandai oleh bunyi. Namun,
perlu diingat bahwa tidak semua bunyi adalah bunyi bahasa, melainkan hanya
sebagai tanda dari bahasa tertentu. Ilmu bunyi pada umumnya dipisahkan pembicaraannya atas dua pokok, yaitu
fonetik dan fonemik.
Dalam fonetik yang dibicarakan ialah sistem bunyi suatu
bahasa terutama menyangkut bagaimana
menghasilkan bunyi itu, bagaimana bunyi itu ditangkap oleh alat pendengaran,
dan bagaimana penutur menyampaikan bunyi tersebut. Sedangkan
fonemik pada dasarnya yang dibicarakan ialah sistem fonem suatu bahasa,
maksudnya ialah proses menentukan suatu
satuan bunyi terkecil yang dapat menunjukkan kontras makna/arti sehingga satuan
unsur bunyi itu dinamakan fonem (bunyi yang mempunyai arti).
B. Klasifikasi Bunyi Bahasa Indonesia
Setiap bahasa memiliki bunyi tersendiri yang gunanya untuk membedakan bentuk yang satu dengan yang lainnya. Bahasa Indonesia memiliki bunyi-bunyi yang dikenal dengan
konsonan dan vokal. Konsonan terjadi, setelah arus udara melewati pita suara
yang terbuka sendiri atau agak lebar, diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung
dengan mendapatkan hambatan di tempat-tempat artikulasi tertentu. Dalam
pembentukan bunyi konsonan arus udara itu masih mendapat hambatan atau
gangguan. Bunyi konsonan ada yang bersuara dan tidak bersuara. Bunyi bersuara
terjadi apabila pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit dan
yang tidak bersuara apabila pita suara terbuka agak lebar.
Bunyi vokal dihasilkan
dengan pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit menjadi
bergetar ketika dilalui arus udara yang dipompakan dari paru-paru. Selanjutnya,
arus udara itu ke luar melalui rongga mulut yang berbentuk tertentu sesuai
dengan jenis vokal yang dihasilkan. Arus udara dalam pembentukan bunyi vokal, setelah
melewati pita suara tidak mendapat hambatan.
Sub unit 2
Pelafalan Fonem Bahasa
Indonesia
A. Pelafalan Fonem
Bahasa Indonesia mempunyai 28 buah satuan bunyi terkecil
pembeda makna, yang biasa disebut dengan istilah fonem (untuk selanjutnya kita
sebut juga fonem), yang terdiri dari :
1. 5 buah fonem vokal, yaitu a, i, u, e, dan o
2. 22 buah fonem konsonan, yaitu b, c, d, f, g, h,
j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Di dalam peraturan
fonem-fonem itu bukan merupakan bunyi-bunyi yang berdiri sendiri-sendiri yang
satu terlepas dari yang lain, melainkan merupakan bagian dari kesatuan bunyi
yang lebih besar, misalnya kesatuan suku kata dan kesatuan kata. Di dalam kesatuan-kesatuan itu fonem-fonem ini
saling mempengaruhi, sehingga ada kemungkinan ucapan suatu fonem berbeda dari
satu posisi dibandingkan dengan posisi lain.
1) Lafal
Vokal /a/
Vokal /a/ dilafalkan dengan cara menarik lidah
ke belakang dan ke bawah, disertai dengan menghembuskan udara ke luar,
sedangkan mulut dibuka lebar-lebar membundar.
2) Lafal Vokal /i/
Vokal /i/ dilafalkan dengan cara menjulurkan
lidah ke depan dan ke atas, disertai dengan menghembuskan udara ke luar,
sedangkan mulut dilebarkan dan tidak membundar.
3) Lafal Vokal /u/
Vokal
/u/ dilafalkan dengan cara menarik lidah ke belakang dan ke atas, disertai
dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan bentuk mulut dibundarkan.
4) Lafal Vokal /e/
Vokal /e/ dilafalkan dengan cara
menarik lidah agak ke dalam dan ke tengah disertai dengan menghembuskan udara
ke luar; sedangkan bentuk mulut dilebarkan sedikit.
5) Lafal
Vokal /e/
Vokal
/e/ dilafalkan dengan cara menganjurkan lidah ke depan dan ke tengah disertai
dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan bentuk mulut dilebarkan.
6) Lafal Vokal /o/
Vokal /o/ dilafalkan dengan cara
menarik lidah jauh ke belakang dan ke tengah, disertai dengan menghembuskan
udara ke luar, sedangkan bentuk mulut dibundarkan.
7) Lafal
Konsonan /b/
Konsonan /b/ dilafalkan dengan cara
mula-mula mengatupkan kedua belah bibir rapat-rapat; lalu udara dari dalam
diletupkan dengan tiba-tiba sehingga kedua belah bibir itu terlepas.
8) Lafal
Konsonan /p/
Konsonan
/p/ dilafalkan dengan cara mula-mula mengatupkan kedua belah bibir rapat-rapat;
lalu udara dari dalam diletupkan dengan tiba-tiba sehingga kedua belah bibir
itu terlepas.
9.) Lafal Konsonan /d/
Konsonan /d/ dilafalkan dengan cara
mula-mula menempatkan ujung lidah pada gigi atas, lalu udara diletupkan dengan
tiba-tiba sehingga ujung lidah terlepas dari gigi atas itu
10) Lafal Konsonan /t/
Konsonan /t/
dilafalkan dengan cara mula-mula menempatkan ujung lidah pada gigi atas; lalu
udara diletupkan dengan tiba-tiba sehingga ujung lidah terlepas dari gigi atas
itu. Ucapannya baik pada posisi awal kata maupun pada akhir suku kata adalah
sama saja.
11)
Lafal Konsonan /g/
Konsonan /g/ dilafalkan dengan cara
mula-mula menempatkan pangkal lidah pada langit-langit lunak; lalu udara
diletupkan dari dalam dengan tiba-tiba sehingga pangkal lidah terlepas dari
langit-langit lunak itu.
12)
Lafal Konsonan /k/
Konsonan /k/ dilafalkan dengan cara
mula-mula menempatkan pangkal lidah pada langit-langit lunak. Lalu udara
diletupkan dengan tiba-tiba sehingga pangkal lidah terlepas dari langit-langit
lunak itu.
13) Lafal Konsonan /f/
Konsonan
/f/ dilafalkan dengan cara mula-mula menempelkan bibir bawah pada gigi atas.
Lalu udara dihembuskan ke luar secara bergeser.
14) Lafal
Konsonan /z/
Konsonan
/z/ dilafalkan dengan cara mula-mula menempatkan ujung lidah pada gigi atas.
Lalu udara dihembuskan ke luar secara bergeser.
BAB 5
MORFOLOGI BAHASA INDONESIA
A.
Proses Morfologi
Proses morfologi adalah
proses pembentukan morfem menjadi kata. Ramlan
(1983: 190) menyatakan bahwa proses morfologis ialah proses penggabungan
morfem-morfem menjadi kata. Morfem adalah satuan bahasa paling kecil yang
tidak dapat dibagi lagi atas unsur-unsur pembentuknya. Kata mempunyai
pengertian sebagai satuan bahasa bebas yang paling kecil. Pada tataran
morfologi, tingkatan morfem paling rendah dari pada
kata. Morfem ada yang dapat berdiri sendiri
dan ada morfem yang sangat terikat kepada bentuk bahasa yang lain.
Keberadaan morfem selalu bergantung kepada proses morfologis yang dialaminya.
Berbeda dengan morfem, pada morfologi kata menduduki tingkat yang lebih tinggi
daripada morfem bahkan merupakan tingkatan yang paling tinggi. Kata selalu
dapat berdiri sendiri. Kata merupakan hasil dari proses morfologi yang dialami
oleh setiap morfem.
Morfem adalah satuan
bahasa yang dapat membentuk kata. Morfem berdasarkan bentuknya dalam bahasa
Indonesia ada dua macam morfem, yaitu berikut ini.
1.
Morfem Bebas
Morfem bebas yaitu morfem yang mempunyai potensi untuk
berdiri sendiri sebagai kata dan dapat
langsung membentuk kalimat, seperti:
Bantu aku mandi di
laut.
2.
Morfem Terikat
Morfem terikat merupakan
morfem yang belum mengandung arti maka morfem ini belum mempunyai potensi
sebagai kata. Untuk membentuk kata, morfem ini harus digabung dengan morfem
bebas. Morfem terikat dalam bahasa Indonesia ada 2 macam yakni morfem terikat
morfologis dan morfem terikat sintaksis
a.
Morfem terikat morfologis yakni, morfem yang terikat
pada sebuah morfem dasar; adalah sebagai berikut.
prefiks = awalan ; per-,me-,ter-,di-,ber- dan
lain-lain
infiks = sisipan ; -el-,-em,-er-
sufiks = akhiran; -an,-kan,-i
konfiks = imbuhan
gabungan senyawa’ per-kan, ke-an, dan lain-lain.
B.
Ciri Kata yang Mengalami Proses Morfologis
Jika
kita telaah lagi, ternyata morfem-morfem yang membentuk atau yang menjadi unsur
kata itu berbeda fungsinya. Ada yang berfungsi sebagai tempat penggabungan dan
ada yang berfungsi sebagai penggabung.
C.
Jenis Proses Morfologi
Proses morfologi atau proses pembentukan kata
dalam bahasa Indonesia dibagi atas:
1.
Afiksasi
Kita telah mengetahui bahwa afiksasi atau
proses pembubuhan afiks adalah proses pembentukan kata melalui afiks pada suatu
morfem. Hasil dari proses morfologi ini adalah kata yang berafiks atau kata
kompleks. Seandainya hasil dari proses morfologi ini bukanlah bentuk yang
berafiks maka proses morfologi yang
terjadi itu bukanlah afiksasi.
2.
Reduplikasi
atau Kata Ulang
Kata ulang atau reduplikasi adalah salah satu
proses pembentukan kata. Proses yang terjadi adalah pengulangan bentuk
dasarnya. Jadi,
reduplikasi adalah proses pembentukan kata melalui pengulangan bentuk dasarnya.
Bentuk dasarnya itu dapat berupa morfem atau bentuk kompleks. Hasil dari
reduplikasi pada umumnya kata ulang. Walaupun demikian, ada beberapa bentuk
yang bukan kata ulang melainkan hanya bentuk ulang.
Tidak semua hasil reduplikasi itu kata ulang,
beberapa di antaranya hanya bentuk ulang. Bentuk-bentuk seperti “paru-paru,
lobi-lobi, dan kupu-kupu” tidak kita golongkan kata ulang. Bentuk-bentuk
tersebut disebut bentuk ulang karena tidak dapat ditentukan bentuk dasarnya.
Selain bentuk paru-paru mungkin ada bentuk lain, misalnya “saya senang makan
paru goreng”. Walaupun bentuk-bentuk ini bukanlah kata ulang, sulit sekali
untuk mengulang bentuk ini, apakah pengulangan “paru-paru, lobi-lobi,
kupu-kupu”menjadi” paru-paru – paru-paru, lobi-lobi – lobi-lobi, kupu-kupu –
kupu-kupu berterima? Selama ini, bentuk ulang itu tidak dapat mengalami
pengulangan lagi. Bagaimana dengan bentuk pipi, dada, dan kuku? Bentuk-bentuk ini pun tidak termasuk kata
ulang melainkan hanya bentuk ulang. Bentuk ulangnya pun hanya pengulangan
fonologis. Kita tentu sepakat bahwa bentuk “pi, do, dan ku” tidak ada dalam
bahasa Indonesia.
3.
Komposisi
atau Kata Majemuk
Komposisi atau pemajemukan adalah proses
morfologi atau proses pembentukan kata melalui penggabungan dua morfem yang
membentuk satu kesatuan. Hasil dari proses morfologi ini adalah kata majemuk.
Bagan
arus komposisi atau pemajemukan adalah :
morfem + morfem komposisi kata
majemuk
Berdasarkan bagan arus di atas, bahwa kata
majemuk harus selalu terdiri atas dua unsur. Dua unsur pembentukannya itu harus
merupakan satu kesatuan.
Ciri-ciri bentuk majemuk adalah sebagai
berikut.
a.
Hubungan
unsur-unsur pembentukannya rapat atau sudah menjadi satu senyawa.
b.
Struktur
unsur-unsur pembentukannya tidak dapat dipertukarkan.
c.
Salah
satu atau semua unsurnya adalah pokok kata.
Pengertian Kelas Kata
Kelas kata (jenis
kata) adalah golongan kata dalam satuan bahasa berdasarkan kategori bentuk,
fungsi, dan makna dalam sistem gramatikal. Untuk menyusun kalimat yang baik dan benar dengan berdasarkan
pola-pola kalimat baku, pemakai harus mengenal jenis dan fungsi kelas kata.
Jenis Kelas Kata
Jenis kelas kata yaitu: (1) verba
adalah Untuk menentukan apakah sebuah kata bahasa Indonesia termasuk kata kerja atau tidak, (2) adjektiva adalah ditandai dengan dapat
didampingkannya kata lebih, sangat, agak, dan paling, (3) nomina adalah Untuk menentukan apakah
sebuah kata bahasa Indonesia termasuk kelas kata benda atau tidak, (4) pronomina adalah kata yang dipakai
untuk mengacu ke nomina lain, berfungsi untuk menggantikan nomina, (5) numeralia dapat diklasifikasi
berdasarkan subkategori:- Numeralia takrif (tertentu),- Numeralia tak takrif
(tidak tentu), (6) preposisi adalah kata
yang terletak di depan kata lain sehingga berbentuk frase atau kelompok kata,
preposisi dasar: di, ke, dari, pada, demi, dan lain-lain, sedangkan,
preposisi turunan: di antara, di atas, dari sam-ping, dari luar, dan kepada.
MODUL 6
SINTAKSIS BAHASA INDONESIA
Pembagian Kalimat Berdasarkan
Fungsi dan Struktur Gramatikal
A.
Pengertian Kalimat
Kalimat merupakan suatu bahagian yang selesai
dan menunjukkan pikiran lengkap. Yang dimaksud dengan pikiran lengkap adalah
informasi yang didukung oleh pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat itu
memiliki subyek atau pokok kalimat dan predikat atau sebutan. Kalau tidak
memiliki unsur subyek dan unsur predikat, pernyataan ini hanya dapat disebut
dengan frasa. Inilah yang membedakan antara kalimat dan frasa. (Arifin dan
Tasai, 1991: 83).
Perumusan mengenai kalimat dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1) Kalimat adalah satu bagian yang didahului dan
diikuti oleh kesenyapan sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran
itu sudah lengkap (Keraf, 1978: 156).
2) Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi
oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun dan naik (Ramlan, 1981:
6).
3) Kalimat adalah sebuah bentuk ketatabahasaan
yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari bentuk ketatabahasaan yang lain
yang lebih besar dan mempunyai ciri kesenyapan fasial yang menunjukkan bentuk
itu berakhir (Parera, 1982: 14).
4) Kalimat adalah satuan bahasa yang secara
relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan baik secara aktual
maupun potensial terdiri dari klausa (Kridalaksana dkk, 1984: 224).
5) Kalimat ialah untaian yang berstruktur dari
kata (Samsuri, 1985: 53).
Dari batasan-batasan
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kalimat dapat dibedakan dari
satuan-satuan
gramatik dengan ciri-ciri
yang dimilikinya yaitu: (1) unit terkecil dari
pernyataan yang lengkap, (2) kata sebagai unsur
terkecil, (3) aturan tertentu dalam menyusun unsur-unsurnya, (4) berdiri sendiri dalam ujaran, (5) mempunyai pola intonasi final, (6) mempunyai kelengkapan ujaran yang menyangkut kelengkapan
makna, dan (7) terdiri atas klausa.
Moeliono dkk. (1988: 159) mengemukakan pengertian kalimat
dengan mendefinisikan bahwa kalimat
adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran
yang utuh secara ketatabahasaan. Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan
titik nada, disela oleh jedah, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh
kesenyapan dan memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam wujud
tulisan berhuruf latin.
B.
Pembentukan Kalimat
Pada dasarnya, kalau seseorang berbicara, ia
akan mengucapkan serangkaian kalimat. Kalimat-kalimat yang diucapkan tersebut
terbentuk dengan cara tertentu. Jadi, kalimat yang terdapat dalam ujaran
manusia, sadar atau tidak, dibentuk dengan mengikuti aturan-aturan tertentu.
Aturan tersebut berbeda-beda dalam setiap bahasa (Rusmadji, 1993:66).
Dengan mempelajari aturan-aturan untuk
membangun kalimat, sebenarnya secara tidak langsung seseorang sudah mempelajari
analisis kalimat. Hal itu mempunyai hubungan yang sangat erat. Pembentukan
kalimat melacak proses terjadinya dari bentuk awal, sedang analisis kalimat
melacak proses terjadinya kalimat dari bentuk akhir.
C.
Pola Dasar Kalimat
Kalimat yang menjadi dasar perluasan disebut
kalimat dasar. Sebuah kalimat sebagai suatu proposisi mempunyai bagian yang
menjadi pokok pembicaraan. Pada kalimat dasar pokok pembicaraan itu disebut
subjek (kalimat) dan keterangan tentang subjek itu disebut predikat (kalimat).
Subjek dan predikat adalah fungsi-fungsi yang dijabat oleh unsur-unsur kalimat,
menunjukkan hubungan unsur tersebut. Kalau unsur kalimat yang berfungsi sebagai
subjek (S) dan yang berfungsi sebagai predikat (P) disebut unsur pusat, maka
kalimat dasar mempunyai dua unsur pusat (Samsuri, 1985: 147).
D. Struktur Kalimat
Sistem kalimat bahasa Indonesia adalah urutan
kata/frase yang menduduki fungsi tertentu, baik sebagai subjek, predikat,
objek, maupun keterangan dalam kalimat. Kata/frase yang menduduki fungsi
tertentu tersebut dapat dikenal melalui kemungkinan perpindahan urutannya dalam
kalimat, tanpa menimbulkan perubahan makna dasarnya.
Pada dasarnya kata/frase yang berfungsi sebagai
subjek (S) selalu terletak di depan kata/frase yang berfungsi sebagai predikat
(P). Jadi, kalimat dasar berstruktur S-P. Struktur yang demikian merupakan
struktur yang biasa terdapat pada kalimat netral. Dalam kalimat netral mungkin
terdapat kata/frase netral yang memiliki objek berstruktur S-P-O, kalimat yang
memiliki keterangan berstruktur S-P-K, sedangkan ynag memiliki objek dan
keterangan, berstruktur S-P-O-K.
1.
Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat
yang terdiri dari beberapa klausa bebas. Klausa bebas yang dimaksudkan adalah
klausa yang secara potensial dapat berfungsi sebagai kalimat tunggal. Klausa
bebas tersebut tetap menunjukkan pertalian makna atau hubungan antara satu
dengan lainnya. Kalimat majemuk terdiri atas tiga bentuk yaitu (1) kalimat
mejemuk setara, (2) kalimat majemuk tidak setara, dan (3) kalimat majemuk
campuran.
a. Kalimat Berita
Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi,
kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain,
sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian seperti tercermin pada
pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian. Kadang-kadang perhatian itu
disertai anggukan, kadang-kadang pula disertai ucapan ya.
b. Kalimat tanya
Kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat
ini memiliki pola intonasi kalimat berita. perbedaannya terutama terletak pada
nada akhirnya. Pola intonasi kalimat berita bernada akhir turun, sedangkan pola
intonasi kalimat tanya bernada akhir naik, disamping nada suku terakhir yang
lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan suku terakhir pola intonasi kalimat
berita. Pola intonasinya ialah : [2] 3 // [2] 3 2 #. Disini pola intonasi
kalimat tanya itu digambarkan dengan
tanda tanya. Kalimat tanya sering menggunakan kata tanya seperti bagaimana,
mengapa, di mana, atau kapan.
c.
Kalimat perintah atau permintaan
Berdasarkan fungsinya
dalam hubungan situasi, kalimat perintah mengharapkan tanggapan yang berupa
tindakan dari orang yang diajak berbicara. Berdasarkan ciri
formalnya, kalimat ini memiliki pola intonasi kalimat berita dan kalimat tanya.
Pola intonasinya ialah 2 3 # atau 2 3 2 # jika diikuti partikel lah pada
P-nya.
Subunit
2
Kalimat
Berdasarkan Sifat Hubungan Aktor – Aksi
A. Kalimat Aktif dan Kalimat Pasif
Kalimat aktif dan kalimat pasif dalam bahasa Indonesia
sering dibicarakan orang, termasuk dalam dunia sekolah sejak dari tingkat
sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hal itu tidaklah aneh karena pemakaian
kalimat aktif dan kalimat pasif tersebut erat kaitannya dengan cara
pengungkapan pokok persoalan. Bahkan, ada beberapa ahli bahasa yang menarik
simpulan bahwa masyarakat cenderung menggunakan kalimat pasif daripada kalimat
aktif. Kenyataan itu ada kaitannya
dengan perilaku masyarakat Indonesia yang cenderung pasif. Benar atau
tidaknya masih perlu pembuktian yang cermat
Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan tindakan
atau perbuatan, dari segi kelengkapan unsur kalimat, kita mengenal kalimat
aktif transitif( kalimat yang membutuhkan kehadiran objek) dan kalimat aktif
intransitif (kalimat yang tidak membutuhkan objek).
Kalimat pasif adalah kalimat yang kata kerjanya
berawalan di- dan ter- yang menduduki posisi predikat.
Kalimat
aktif diubah menjadi kalimat pasif dengan cara sebagai berikut :
a) subjek dalam kalimat aktif menjadi objek
dalam kalimat pasif.
b) objek dalam kalimat pasif menjadi subjek
dalam kalimat aktif.
c)
kata kerja berawalan meN- menjadi kata kerja berawalan di-.
Kalimat aktif disebut juga
kalimat tindak, yaitu kalimat yang subjeknya aktif melakukan tindakan atau
pekerjaan. Dengan kata lain, kalimat yang subjeknya
berperan sebagai pelaku atau aktor. Pengertian di atas dapat dibandingkan
dengan penjelasan Muclich tentang pengertian kalimat aktif yaitu sebagai
berikut. “ Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku
atau aktor. Subjek kalimat ini berupa kata benda yang berkedudukan sebagai
pelaku, dan predikatnya berupa kata kerja yang mendukung suatu perbuatan.
MODUL 7
SASTRA
INDONESIA
A.
Pengertian
Berdasarkan asal-usulnya,
istilah kesusastraan berasal dari bahasa Sansekerta, yakni susastra.
Su berarti ‘bagus’ atau ‘indah’, sedangkan sastra berarti ‘buku’,
‘tulisan’, atau ‘huruf’. Berdasarkan kedua kata itu, susastra diartikan
sebagai tulisan atau teks yang bagus atau tulisan yang indah. Istilah tersebut
kemudian mengalami perkembangan. Kesusastraan tidak hanya berupa tulisan. Ada
pula yang berbentuk lisan. Karya semacam itu dinamakan sastra lisan. Oleh
karena itu, sekarang kesusastraan meliputi karya lisan dan tulisan dengan ciri
khas pada keindahan bahasanya. Pengertian yang lebih luas dapat kita temukan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) bahwa yang dimaksud dengan
kesusastraan adalah sebagai berikut:
1. seni mencipta suatu karya tulis yang indah bahasanya;
2. karangan-karangan yang berupa karya sastra;
3. pengetahuan yang bertalian dengan seni sastra;
4. buku-buku yang termasuk lingkungan seni sastra.
B. Sastra
sebagai seni dan ilmu
1.
Seni Sastra
Sastra merupakan salah
satu cabang seni di samping seni lukis, seni tari, dan seni musik. Sebagaimana
karya-karya seni lainnya, sastra merupakan produk budaya yang mengutamakan
keindahan. Bedanya, bila seni lukis bermediumkan gambar, seni tari dengan
gerakan, dan seni musik dengan bunyi-bunyian, seni sastra mediumnya berupa
bahasa.
2.
Ilmu Sastra
Ilmu sastra adalah pengetahuan yang menyelidiki secara sistematis dan
logis mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan karya sastra. Dengan adanya
ilmu sastra, seseorang dapat mempelajari dan menelaah suatu karya sastra secara
baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Ilmu sastra terbagi menjadi empat cabang,
yakni teori sastra, sejarah sastra, kritik sastra, dan fi lologi.
a.
Teori sastra adalah cabang
ilmu sastra yang mempelajari prinsipprinsip dasar sastra, seperti sifat,
struktur, dan jenis karya sastra.
b.
Sejarah sastra adalah
cabang ilmu sastra yang menyelidiki sastra sejak ada hingga perkembangannya
yang terakhir.
c.
Kritik sastra adalah
cabang ilmu sastra yang mempelajari karya sastra dengan memberikan pertimbangan
dan penilaian atas baik-buruknya, kekuatan, dan kelemahan karya sastra.
d.
Filologi adalah cabang
ilmu sastra yang mempelajari aspek kebudayaan untuk mengenal tata nilai, sikap
hidup, dan alam pikiran suatu masyarakat yang melahirkan karya sastra.
C. Fungsi Sastra
Ada dua fungsi atau manfaat membaca karya sastra, yaitu
fungsi rekreatif dan fungsi didaktif.
1. Fungsi Rekreatif (Delectare)
Dengan membaca karya sastra, seseorang dapat memperoleh
kesenangan atau hiburan, yaitu bisa mengembara, berekreasi, dan memperoleh
suguhan kisah dan imajinasi pengarang mengenai berbagai kehidupan manusia. Dari
sana, seseorang dapat merasa terhibur, puas, dan memperoleh pengalaman batin
tentang tafsir hidup dan kehidupan manusia yang disajikan oleh pengarang.
2. Fungsi Didaktif (Decore)
Dengan membaca karya sastra, seseorang dapat memperoleh pengetahuan
tentang seluk-beluk kehidupan manusia dan pelajaran tentang nilai-nilai kebenaran
dan kebaikan yang ada di dalamnya. Dari sana, orang tersebut terbangkitkan
kreativitas dan emosinya untuk berbuat sesuatu, baik untuk dirinya sendiri
ataupun untuk orang lain.
D. Jenis-Jenis Karya Sastra
Berdasarkan bentuknya,
sastra terbagi menjadi tiga jenis, yakni prosa, puisi, dan drama.
1. Prosa adalah karya sastra yang penyampaiannya berupa naratif
atau cerita. Prosa disebut juga sebagai karya cangkokan karena di dalamnya
tersaji monolog atau dialog. Dalam prosa terdapat seorang juru bicara (tukang
cerita) yang mewakilkan pula pembicaraannya kepada pelaku-pelaku dalam cerita
yang dibawakannya.
2. Puisi adalah karya sastra yang disajikan dengan bahasa singkat,
padat, dan indah. Puisi pada umumnya berupa monolog. Dalam puisi hanya ada
seorang yang berperan sebagai juru bicara.
3. Drama adalah karya sastra yang pada umumnya berupa dialog.
Dalam drama terdapat berbagai pelaku yang berbicara.
Daftar
Pustaka
Badudu , J.S. dan Zain, Sutan
Mohammad. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Cayne, Bernard S., dkk. 1990.The New Lexicon Webster’s Dictioanray
of The English Languange. New York: Lexicon Publication. Inc.
Dallman, Martha, dkk. 1974. The Teachings of Reading. St.
Cloud: Holt, Rinehart Wiston, Inc.
Effendi, S. 1982. Bimbingan
Apresiasi Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Alam.
Rosdiana, Yus., dkk. 2007. Bahasa
dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.
Rusyana, Yus. 1979. Meningkatkan
Kegiatan Apresiasi Sastra di Sekolah Lanjutan. Bandung: Gunung Larangan.
Santosa, Puji,dkk. 2003. Materi
dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
Sarumpaet, Riris K. Toha. 1976. Bacaan Anak –anak. Jakarta: Pustaka Jaya.
Shadily, Hassan, (ed). 1980.Ensiklopedi
Indonesia I. Jakrta: Penerbit Buku Ichtiar Baru-Van Hoeve.
Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI Press.
Supriyadi, dkk. 1991. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud.
Tarigan,Djago, dkk. 2001. Pendidikan
Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Tim Penyusun Kamus. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi
Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Judul: Kajian Kebahasaan dan Kesusastraan
Ditulis Oleh Unknown
Berikanlah saran dan kritik atas artikel ini. Salam blogger, Terima kasih
0 comments:
Post a Comment