Tuesday, September 2, 2014

BAB 1
HAKIKAT DAN FUNGSI  BAHASA INDONESIA


HAKIKAT BAHASA
A.      Pengertian Bahasa
Pengertian bahasa yang telah dirumuskan beberapa ahli :
1.      Bahasa adalah sebuah simbol bunyi yang arbiter yang digunakan untuk komunikasi manusia (Wardhaugh, 1972)
2.      Bahasa adalah sebuah alat untuk mengomunikasikan gagasan atau perasaan secara sistematis melalui penggunaan tanda, suara, gerak atau tanda-tadan yang disepakati, yang memiliki makna yang dipahami (Webster’s New Collegiate Dictionary,1981)
3.      Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang dipergunakan oleh para anggota sosial utnuk berkomunikasi, bekerja sama dan mengidentifikasi diri (Kentjono, Ed.,1984:2)
4.      Bahasa adalah salah satu dari sejumlah sistem makna yang sdecara bersama-sama membentuk budaya manusia  (Halliday dan Hasan,1991)
Ada yang menekankan pada sistem, alat, dan juga pada komunikasi yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1.      Bahasa adalah sebuah sistem
Sebagai sebuah sistem, bahasa terdiri dari sejumlah unsur yang saling terkait dan tertata secara beraturan, serta memiliki makna.
Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu dapat diuraikan atas satuan-satuan terbatas yang berkombinasi dengan kaidah-kaidah yang dapat diramalkan. Sistematis artinya bahasa terdiri dari sejumlah subsistem, yang satu sama lain terkait dan membentuk satu kesatuan utuh yang bermakna.
2.      Bahasa merupakan sistem Lambang yang arbiter (mana suka) dan konvensional
Bahasa merupakan sistem simbol, baik berupa bunyi dan/atau tulisan yang dipergunakan dan disepakati oleh suatu kelompok sosial.
Sebagai sebauh simbol, bahasa memiliki arti. Mengapa harus dipelajari ?
a)      Penamaan suatu objek atau peristiwa yang sama antara satu masyarakat bahasa dengan masyarakat bahasa lainnya tidak sama.
b)      Bahasa terdiri dari aturan-aturan atau kaidah yang disepakati
c)      Tidak ada hubungan langsung dan wajib antara lambang bahasa dan objeknya. Hubungan keduanya bersifat mana suka (arbiter)
3.      Bahasa Bersifat Produktif
Fonem dan pola dasar kalimat dalam bahasa Indoensia begitu terbatas. Justru dari keterbatasannya itu dapat dihasilkan satuan bahasa dalam jumlah yang tak terbatas. Kita dapat membentuk ribuan kata, kalimat atau wacana dengan segala variasinya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat penggunanya.
4.      Bahasa memiliki Fungsi dan Variasi
Bahasa memiliki fungsi sebagai alat komunikasi. perbedaan penggunaan bahasa oleh suatu kelompok itu disebut variasi atau ragam bahasa. Sementara itu, setiap kelompok itu terdiri dari sejumlah anggota pengguna bahasa. Disadari atau tidak, masing-masing individu memiliki kekhasan tersendiri yang tercermin dalam bahasa yang digunakannya. Keseluruhan ciri bahasa orang per orang disebut idiolek.

B.       Fungsi Bahasa
Secara umum bahasa memiliki fungsi personal dan sosial. Fungsi personal mengacu pada peranan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan setiap diri manusia sebagai makhluk individu. Adapun fungsi sosial mengacu pada peranan bahasa sebagai alat komunikasi dan berinteraksi antarindividu atau antarkelompok sosial.
Halliday (1975, dalam Tompkins dan Hoskisson,1995) secara khusus mengidentifikasi fungsi-fungsi bahasa  sebagai berikut :
1.      Fungsi personal, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan pendapat, pikiran, sikap atau perasaan pemakainya
2.      Fungis regulator, yaitu penggunaan bahasa untuk mempengaruhi sikap atau pikiran/pendapat orang lain, seperti bujukan, rayuan, permohonan atau perintah
3.      Fungsi interaksional, yaitu penggunana bahasa untuk menjalin kontak dan menjaga hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati atau penghiburan
4.      Fungsi Informatif, yaitu penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi, ilmu pengetahuan atau budaya
5.      Fungsi heuristik, yaitu penggunanan bahasa bahasa untuk belajar atau memperoleh informasi, seperti pertanyaan atau permintaan penjelasan atas sesuatu hal
6.      Fungsi imajinatif, yaitu penggunaan bahasa untuk memenuhi dan menyalurkan rasa estetsi (indah), seperti nyanyian dan karya sastra
7.      Fungsi Instrumental , yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan keinginan atau kebutuhan pemakainya, seperti saya ingin ...

C.    Ragam Bahasa
Ragam bahasa adalah variasi penggunaan bahasa yang disebabkan oleh pemakai dan pemakaian bahasa. Dari segi pemakai atau penutur bahasa, ragam bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan pada :
1.    Daerah asal penuturan atau pemakai bahasa
2.    Kelompok sosial, dan
3.    Sikap berbahasa
Sementara dari sudut pemakaian bahasa, klasifikasi ragam bahasa dapat dilakukan berdasarkan pada :
1.    Bidang atau pokok persoalan yang diperbincangkan
2.    Sarana atau media yang dipakai
3.    Situasi atau kondisi pemakaian bahasa
Warna atau ciri berbahasa Indonesia dari suatu kelompok masyarakat yang berasal dari suatu suku atau daerah tertentu menghasilakan suatu ragama bahasa Indonesia yang disebut dengan ragam bahasa daerah atau dialek geografi.
Dari segi kelompok sosial, ragam bahasa dapat kita bedakan berdasarkan :
1.      Kedudukan pemakai bahasa;
2.      Jenis pekerjaan
3.      Pendidikan
Konsep kedudukan mengacu pada status sosial yang disandang pemakai bahasa di tengah-tengah masyarakatnya. Sebagaimana digambarkan pada skema sebelumnya, ragam bahasa Indonesia juga dapat dikelompokkan menurut pemakainya, yang terdiri dari (1) bidang atau pokok persoalan yang dibicarakan, (2) Sarana atua media yang digunakan dalam berbahasa, serta (3) situasi pemakainya.
Ragam bahasa berdasarkan situasi penggunaannya melahirkan istilah ragam resmi dan tak resmi. Sesuai dengan namanya, ragam bahasa resmi digunakan dalam situasi formal, seperti pidato kenegaraan, karya ilmiah, surat dinas, dan dokumen pemerintah atau organisasi. Sementara itu, ragam tak resmi digunakan dalam situasi berbahas yang santai dan akrab. Misalnya dalam percakapan antara penjual dengan pembelio, anggota keluarga, teman sejawat, surat-surat pribadi, dan acara rekratif atau hiburan.
Dalam memahami masalah ragam bahasa ada tiga hal yang perlu diperhatikan :
a.       batas antarragam itu dalam kenyataan berbahasa tidaklah setegas dan sejalas
b.      dalam suatu peristiwa bahasa, hampir tidak pernah seorang pemakai bahasa hanya menggunakan satu ragam bahasa.
c.       tak ada satu ragam pun yang lebih baik atau lebih buruk. Semua ragam bahasa itu baik, justru harus dapat memilih ragam bahasa yang paling sesuai dengan kebutuhan dan tujuan berbahasa.

HAKIKAT PEMBELAJARAN BAHASA
A.      Konsep Belajar
Belajar adalah sebuah proses penambahan bagian demi bagian informasi baru terhadap apa yang telah mereka ketahui dan kuasai sebelumnya. Pengetahuan dibangun siswa melalui keterlibatan mereka secara aktif dalam belajar atau apa yang dikenal dengan istilah John Dewey “belajar sambil berbuat (learning by doing). Jadi keberhasilan pembelajaran tidak terletak pada seberapa banyak materi atau informasi yang disampaikan guru kepada siswa.
Padahal, ukuran utama keberhasilan pembelajaran terletak pada seberapa jauh guru dapat melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Siswa belajar dengan menggunakan tiga cara, yaitu melalui pengalaman (dengan kegiatan langsung atau tidak langsung), pengamatan (melihat contoh atau model), dan bahasa.
Implikasinya bagi guru dalam pembelajaran adalah : 
  1. karena siswa belajar berdasrkan apa yang telah dipahami atau dikuasai sebelumnya maka, guru hendaknya mengupayakan agar pembelajaran bertolak dari apa yang telah diketahui siswa.
  2. karena belajar dilakukan secara aktif oleh siswa melalui kegiatan atau pengalaman belajar yang dilaluinya maka siswalah yang berperan sebagai pusat pembelajaran.
  3. dalam belajar siswa perlu berinteraksi dengan yang lain serta dukungan guru dan temannya maka guru perlu merancang kegiatan belajar bukan hanya dalam bentuk klasikal atau individual, tetapi juga dalam bentuk kelompok.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku siswa melalui latihan dan pengalaman yang dilakukannya secara aktif. Hasil belajar berupa pengetahuan, siap atau keterampilan yang dibangun siswa berdasarkan apa yang telah dipahami dan dikuasainya. Dalam pembelajaran tugas guru adalah menjadikan siswa belajar melalui penciptaan strategi dan lingkungan belajar yang menarik dan bermakna.
B.     Belajar Bahasa
Anak-anak itu belajar dan menguasai bahasa tanpa disadari dan tanpa beban, apalagi diajari secara khusus. Mereka belajar bahasa melalui pola berikut.
1.      Semua komponen, Sistem dan Keterampilan Bahasa Dipelajari secara Terpadu
2.      Belajar bahasa dilakukan secara alami dan langsung dalam konteks yang otentik
3.      Belajar bahasa dilakukan secara bertahap, sesuai dengan kebutuhannya
4.      Belajar bahasa dilakukan melalui strategi uji coba (Troal-Error) dan strategi lainnya




BAB 2
PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE


A. Pengertian
Bahasa sangat pentintg dalam kehidupan. Dengan bahasa kita dapat menyampaikan keinginan pendapat dan perasaan. Dengan bahasa pula kita dapat memahami dan mengetahui apa yang terjadi di dunia dan lingkungan sekitar. Setiap orang memiliki kemampuan berbahasa.
Seiring kita jumpai anak yang pandai bercerita dengan susunan kalimat yang benar sehingga orang yang mendengarkannya dapat menerima, memahami jalan cerita tersebut, ternyata anak tersebut belum sekolah.
Namun, ketika anak mulai sekolah dan mendapat pelajaran bahasa, keadaan menjadi terbalik. Bahasa yang semula merupakan hal yang mudah dan mengasyikkan berubah menjadi pelajaran yang sulit (Goodman, 1986). Orang tua mengeluh tentang anaknya yang mendapat nilau kurang untuk pelajaran Bahasa Indonesia.
Pelajaran bahasa yang seharusnya menyenangkan dan mengasyikkan ternyata jauh dari harapan. Hal ini disebabkan karena di sekolah bahasa diajarkan secara terpisah-pisah. Terpisah maksudnya guru mengajarkan bahasa secara terpisah, misalnya membaca diajarkan pada jam yang berbeda dengan menulis, demikian dengan yang lainnya.
Di samping itu materi yang diajarkan terlihat artifilasi dan tidak relevan dengan kehidupan siswa, sehingga tidak menarik bagi siswa. Contoh pelajaran menulis, siswa diminta untuk menulis karangan tentang kehidupan di laut, padahal mereka belum pernah melihat laut, tentunya siswa akan kesulitan.
Untuk memperbaiki pengajaran bahasa di beberapa negara, seperti : Inggris, Australis, New Zealand, Kanada dan AS mulai menerapkan pendekatan Whole Language pada sekitar tahun 80-an (Routman, 1991). Whole Language adalah satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh tidak terpisah-pisah. Para ahli Whole Language berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (Whole) yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Oleh karena itu pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosa kata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau autentik.

B. Komponen-Komponen Whole Language
Whole Language adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa, tentang pembelajaran dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pembelajara. Orang-orang yang dimaksud adalah siswa dan guru. Whole Language dimulai dengan menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan secara utuh dan keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) diajarkan secara terpadu. Anda da[at mencoba menerapkannya dengan mengetahui komponen-komponen yang tedapat dalam Whole Language.
Menurut Routman (1991) dan Froese (1991) ada delapan komponen Whole Language, yaitu :
1.         Reading aloud
2.         Journal writing
3.         Sustained silent reading
4.         Shared reading
5.         Guided reading
6.         Guided writing
7.         Independent reading
8.         Independent writing
Nah sekarang mari kita pelajari komponen Whole Language tersebut satu per satu. Mari kita mulai dengan reading aloud.
Reading aloud
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk siswanya. Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks atau buku cerita lainnya dan membacakannya dengan suara keras dan intonasi yang baik sehingga setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Kegiatan ini sangat bermanfaat terutama jika dilakukan di kelas rendah.
Manfaat yang didapat dari reading aloud, antara lain : meningkatkan keterampilan menyimak, memperkaya kosa kata, membantu meningkatkan membaca pemahaman, dan yang tidak kalah penting adalah menumbuhkan minat baca pada siswa. Reading aloud juga dapat dilakukan dan baik dilakukan di kelas tinggi. Reading aloud dilakukan setiap hari saat mulai pelajaran.
Journal writing
Journal writing atau menulis jurnal. Bagi guru yang menerapkan Whole Language, menulis jurnal adalah komponen yang dapat dengan mudah diterapkan. Jurnal merupakan sarana yang aman bagi siswa untuk mengungkapkan perasaannya, menceritakan kejadian di sekitarnya, membeberkan hasil belajarnya, dan menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan.
Menulis jurnal bukanlah tugas yang harus dinilai namun guru berkewajiban untuk membaca jurnal yang ditulis anak dan memberi komentar atau respons terhadap tulisan tersebut sehingga ada dialog antara guru dan siswa.
Banyak manfaat yang dapat kita peroleh dari kegiatan menulis jurnal ini. Manfaat tersebut, antara lain sebagai berikut :
1.      Meningkatkan kemampuan menulis. Dengan menulis jurnal siswa akan terbiasa mengungkapkan pikirannya dalam bentuk tulisan yang kemudian membantunya untuk mengembangkan kemampuan menulis.
2.      Meningkatkan kemampuan membaca. Siswa secara spontan akan membaca hasil tulisannya sendiri setiap ia selesai menulis jurnal.
3.      Menumbuhkan keberanian menghadapi resiko. Menulis jurnal bukanlah kegiatan yang harus dinilai maka siswa tidak perlu takut untuk berbuat salah. Kesempatan ini dapat digunakan sebagai sarana untuk bereksplorasi.
4.      Memberi kesempatan untuk membuat refleksi. Melalui jurnal siswa dapat merefleksi apa yang telag dipelajarinya atau dilakukannya.
5.      Memvalidasi pengalaman dan perasaan pribadi. Kejadian apa saja yang dialami oleh siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah dapat diungkapkan dalam jurnal. Dengan menghargai apa yang ditulis siswa akan membuat siswa merasa dihargai.
6.      Memberikan tempat yang akam dan rahasia untuk menulis. Terutama untuk siswa kelas tinggi, jurnal adalah sarana untuk mengungkapkan perasaan pribadi. Jurnal ini sering disebut diary atau buku harian. Untuk jurnal jenis ini siswa boleh memilih apakah guru boleh membaca jurnalnya atau tidak.
7.      Meningkatkan kemampuan berpikir. Dengan meminta siswa menulis jurnal berarti melatih mereka melakukan proses berpikir, mereka berusaha mengingat kembali, memilih kejadian mana yang akan diceritakan, dan menyusun informasi yang dimiliki menjadi cerita yang dapat dipahami pembaca.
8.      Meningkatkan kesadaran akan peraturan menulis. Melalui menulis jurnal siswa belajar tata cara menulis, seperti penggunaan huruf besar, tanda baca dan struktur kalimat (tata bahasa). Siswa juga mulia menulis dengan menggunakan topik, judul, halaman, dan subtopik. Mereka juga menggunakan bentuk tulisan yang berbeda, seperti dialog (percakapan) dan cerita bersambung. Semua ini diajarkan tidak secara formal.
9.      Menjadi alat evaluasi. Siswa dapat melihat kembali jurnal yang ditulisnya dan menilai sendiri kemampuan menulisnya. Mereka dapat melihat komentar atau respons guru atas kemajuannya.
10.  Menjadi dokumen tertulis. Journal writing dapat digunakan siswa sebagai dokumen tertulis mengenai perkembangan hidup atau pribadinya. Setelah mereka dewasa, mereka dapat melihat kembali hal-hal apa yang pernah anggap penting pada waktu dulu.
Sustained silent reading
Komponen Whole Language yang ketiga adalah sustained silent reading (SSR). SSR adalah kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi yang akan dibavanya. Biarkan siswa untuk memilih bacaan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga mereka dapat menyelesaikan membaca bacaan tersebut.
Guru dapat memberi contoh sikap membaca dalam hati yang baik sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan membaca dalam hati untuk waktu yang cukup lama. Pesan yang ingin disampaikan kepada siswa melalui kegiatan ini adalah :
  1. Membaca adalah kegiatan penting yang menyenangkan.
  2. Membaca dapat dilakukan oleh siapapun.
  3. Membaca berarti kita berkomunikasi dengan pengarang buku tersebut.
  4. Siswa dapat membaca dan berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang cukup lama.
  5. Guru percaya bahwa siswa memahami apa yang mereka baca.
  6. Siswa dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya setelah kegiatan SSR berakhir.

Shared reading
Komponen Whole Language yang keempat adalah shared reading. Shared reading ini adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa dimana setiap orang mempunyai buku yang sedang dibacanya. Kegiatan ini dapat dilakukan baik di kelas rendah maupun di kelas tinggi. Ada beberapa cara melakukan kegiatan ini, yaitu :
  1. Guru membaca dan siswa mengikutinya (untuk kelas rendah).
  2. Guru membaca dan siswa menyimak sambil melihat bacaan yang tertera pada buku.
  3. Siswa membaca bergiliran.
Maksud kegiatan ini adalah :
  1. Sambil melihat tulisan, siswa berkesempatan untuk memperhatikan guru membaca sebagai model.
  2. Memberikan kesempatan untuk memperlihatkan keterampilan membacanya.
  3. Siswa yang masih kurang terampil dalam membaca mendapat contoh membaca yang benar.
Dalam hal ini, anda telah melakukan shared reading. Sebaiknya anda meneruskan kegiatan ini dengan melibatkan keterampilan lain, seperti berbicara dan menulis agar kegiatan Anda menjadi kegiatan berbahasa yang utuh dan riel.

Guided reading
Komponen Whole Language yang kelima adalah guided reading. Tidak seperti pada shared reading, dimana guru lebih berperan sebagai model dalam membaca, dalam guided reading atau disebut juga membaca terbimbing, guru menjadi pengamat dan fasilitator. Dalam guided reading semua siswa membaca dan mendiskusikan buku yang sama. Guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa menjawab dengan kritis, bukan sekedar pertanyaan pemahaman. Kegiatan ini merupakan kegiatan membaca yang penting dilakukan di kelas.

Guided writing
Komponen Whole Language yang keenam adalah guided writing atau menulis terbimbing. Dalam menulis terbimbing peran guru adalah sebagai fasilitator, membantu siswa menemukan apa yang ingin ditulisnya dan bagaiman menulisnya dengan jelas, sistematis dan menarik. Guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Dalam kegiatan ini proses writing, seperti memilih topik, membuat draft, memperbaiki, dan mengedit dilakukan sendiroi oleh siswa.

Independent reading
Komponen Whole Language yang ketujuh adalah independent reading. Independent reading atau membaca bebas adalah kegiatan membaca, dimana siswa berlesempatan untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya. Membaca bebas merupakan bagian integral dari Whole Language. Dalam independent reading siswa bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator, dan pemberi respons. Menurut penelitian yang dilakukan Anderson dkk (1988), membaca bebas yang diberikan secara rutin walaupun hanya 10 menit sehari dapat meningkatkan kemampuan membaca pada siswa.
Dalam memperkenalkan buku, sebaiknya anda juga membahas tentang pengarang dan ilustrator yang biasanya tertuis di halaman akhir. Jika tidak ada keterangan tertulis tentang pengarang atau ilustrator, anda paling tidak dapat menyebutkan nama-nama mereka atau tambahkan sedikit informasi yang anda ketahui. Hal ini penting dilakukan agar siswa sadar, bahwa sesungguhnya buku itu ditulis oleh manusia bukan mesin.
Buku yang dibaca siswa untuk independent reading tidak selalu harus didapat dari perpustakaan sekolah atau kelas atau disiapkan guru. Siswa dapat saja mendapatkan buku daru berbagai sumber seperti perpustakaan kota/kabupaten, buku-buku yang ada di rumah, di toko buku, pinjam teman atau dari sumber lainnya.

Independent writing
Komponen Whole Language yang kedelapan adalah independen writing atau menulis bebas, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Dalam menulis bebas siswa mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada intervensi dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis. Jenis menulis yang termasuk dalam independent writing antara laian menulis jurnal, dan menulis respons.
Jangan mencoba menerapkan semua komponen sekaligus karena akan membingungkan siswa. Contoh dengan satu komponen dulu dan perhatikan hasilnya. Jika siswa telah terbiasa menggunakan komponen tersebut kemudian mencoba lagi menerapkan komponen yang lain.

C. Ciri-Ciri Kelas Whole Language
Ada tujuh ciri yang menandakan kelas Whole Language. Pertama, kelas yang menerapkan Whole Language penuh dengan barang cetakan. Barang-barang tersebut tergantung di dinding, pintu, dan furniture. Label yang dibuat siswa ditempel pada meja, kabinet, dan sudut belajar. Poster hasil kerja siswa menghiasi dinding dan bulletin board. Karya tulis siswa dan chart yang dibuat siswa menggantikan bulletin board yang dibuat guru. Salah satu sudut kelas diubah menjadi perpustakaan yang dilengkapi berbagai jenis buku.
Kedua, di kelas Whole Language siswa belajar melalui model atau contoh. Guru dan siswa bersama-sama melakukan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Over Head Projector (OHP) dan transparansi digunakan untuk memperagakan proses menulis. Siswa mendengarkan cerita melalui tape recorder untuk mendapatkan contoh membaca yang benar.
Ketiga, di kelas Whole Language siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya. Agar siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya maka di kelas tersedia buku dan materi yang menunjang.
Keempat, dikelas Whole Language siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas Whole Language lebih sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih beberapa tanggung jawab  yang biasanya dilakukan guru. Siswa membuat kumpulan kata (words banks), melakukan brainstorming dan mengumpulkan fakta. Pekerjaan siswa ditulis pada chart dan terpampang di seluruh ruangan. Siswa menjaga kebersihan dan kerapian kelas.
Kelima, di kelas Whole Language siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang membantu mengembangkan rasa tanggung jawab dan tidak tergantung. Siswa terlibat dalam kegiatan kelompok kecil atau keinginan individual.

Keenam, di kelas Whole Language siswa berani mengambil resiko dan bebas bereksperimen. Guru di kelas Whole Language menyediakan kegiatan belajar dalam berbagai tingkat kemampuan sehingga semua siswa dapat berhasil. Hasil tulisan siswa dipajang tanpa ada tanda koreksi. Contoh hasil kerja setiap siswa terpampang di seputar ruang kelas.
Ketujuh, di kelas Whole Language siswa mendapat balikan (feedback) positif baik dari guru maupun temannya. Ciri kelas Whole Language, bahwa pemberian feedback dilakukan dengan segera. Meja ditata berkelompok agar memungkinkan siswa berdiskusi, berkolaborasi, dan melakukan konferensi. Konferensi antara guru dan siswa memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapatkan respons positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.

D. Penilaian dalam Kelas Whole Language
Di dalam kelas Whole Language, guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan siswa. Secara informal, selama pembelajaran berlangsung, guru memperhatikan siswa menulis, mendengarkan siswa berdiskusi baik dalam kelompok ataupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan temannya atau dengan guru, penilaian juga dilakukan, bahkan guru juga memberikan penilaian saat siswa bermain selama waktu istirahat.
Kemudian, penilaian juga berlangsung ketika siswa dan guru mengadakan konferensi, guru memberikan penilaian pada siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Selain penilaian informal, penilaian juga dilakukan dengan menggunakan portofolio. Portofolio adalah kumpulan hasil kerja siswa selama kegiatan pembelajaran. Dengan portofolio perkembangan siswa dapat terlihat secara otentik.


BAB 3
KAJIAN KURIKULUM MATA PELAJARAN
BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR


A.      Kegiatan Belajar I
Mengkaji Komponen -komponen dalam kurikulum Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan dalam rangka mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan masa depan dan meningkatkan mutu pendidikan nasional maka Departemen Pendidikan Nasional meresponnya dengan menyempurnakan kurikulum secara berkelanjutan yang diberi nama "kurikulum berbasis kompetensi" ( KBK ). KBK ini merupakan refleksi pemikiran atau pengkajian ulang dan penilaian terhadap kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1994. selain itu, dalam setiap feformasi pendidikan, selalu terjadi perubahan. Perubahan yang terjadi dari GBPP 1994 ke KBK adalah dalam hal penyederhanaan materi.
KBK merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar - mengajar, pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum ini berorientasi pada :
1.      Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
2.      Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.
KBK merupakan kerangka inti yang mempunyai empat komponen, yaitu :
a.       Kurikulum dan hasil belajar
b.      Penilaian berbasis kelas
c.       kegiatan belajar mengajar
d.      pengelolaan kurikulum berbasis sekolah.
Dalam KBK mata pelajaran Bahasa Indonesia SD memuat 7 komponen yang perlu dicermati, yaitu : 
1.      Pengertian
Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kesusastraan sebagai salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut. KBK mata pelajaran Bahasa Indonesia SD adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan berbahasa dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Jadi, KBK Bahasa dan Sastra SD meliputi tiga ranah, yaitu kognitif afektif dan psikomotor.
2.      Fungsi dan Tujuan
a.       Fungsi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam KBK adalah:
1)      Sarana membina persatuan dan kesatuan bangsa.
2)      Sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya.
3)      Sarana peningkatan iptek dan seni.
4)      Sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia untuk berbagai keperluan.
5)      Saran pengembangan penalaran.
b.      Tujuan umum pembelajaran Bahasa Indonesia SD dalam KBK adalah:
1)      Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara.
2)      Siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif dalam bermacam - macam tujuan
3)      Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan sosial.
4)      Siswa memiliki disipolin dalam berpikir dan berbahasa. 
5)      Siswa mampu menikmati dam memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan keporibadian, wawasan kehidupan, meningkatkan kemampuan berbahasa, 
6)      siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual.
Dari rumusan tersebut, lulusan SD diharapkan mampu :
a)      Mengunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk berbagai keperluan, seperti pengembangan intelektual sosial.
b)      Diharapkan memililki pengetahuan yang memadai tentang kebahasaan sehingga dapat menunjang keterampilan berbahasa yang dapat diterpkan dalam berbagai keperluan dan kesempatan.
c)      Memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia, menghargai, membanggakan dan bahkan memeliharanya, dan
d)     menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian dan khasanah budaya / intelektual bangsa Indonesia. 

3.      Kompetensi Umum
Kompetensi di sini maksudnya adalah pengetahuan, keterampilan dan nilai - nilai dasar yang direfleksikan dalam kebniasaan berfikir dan bertindak.
KBK mata pelajaran Bahasa Indonesia SD ada enam aspek yaitu : mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, kebahasaan, apresiasi bahasa dan sastra Indonesia.

4.      Hasil Belajar 
Secara garis besar hasil belajar dapat dicapai sebagai berikut :
a.       Mendengarkan : mendengarkan cerita, berita, bunyi, atau suara, perintah, pengumuman, ceramah dan seterusnya. 
b.      Berbicara, dialog, pesan, keluarga, drama pendek, gambar seri.
c.       Membaca : huruf, suku kata, kalimat, paragraph denah, berbagai teks
d.      Menulis : Menulis huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraph karangan dan seterusnya.
e.       Sastra ; dongeng, puisi, pantun, cerita pendek, dram sederhana
f.       Kebahasaan : intonasi, lafal, ejaan, tanda baca, kata, kalimat, imbuhan, partikel.

5.      Pendekatan dan Pengorganisasian Materi
Untuk menentukan pendekatan apa yang dipakai, serta pengorganisasian materi pembelajaran Bahasa dan sastra Indonesia SD maka banyak hal yang harus dicermati, antara lain :
a.         Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi
b.         Kecenderungan siswa SD
c.         Perkembangan bahasa siswa SD
d.        Posisi bahasa Indonesia sebagai pelajaran yang strategis ( pengantar dalam pelajaran lain ). Dengan demikian, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah memadukan antar berbagai pendekatan yaitu berikut ini :
1)        Pendekatan komunikatif
2)        Pembelajaran terpadu
3)        Pendekatan keterampilan proses dan CBSA
6.      Rambu - rambu 
Pada hakikatnya belajr bahasa adalah belajar kominikasi karena itu pembelajaran bahasa harus diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
a.       Kemampuan dasar, hasil belajar dan indikataor pencapaian hasil belajar yang tercantum dalam KBK yang merupakan standar nasional dan bahan minimal yang harus dikuasai oleh siswa. 
b.      Komponen dasar Bahasa Indonesia SD mencakup mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, sastra, dan kebahasaan.
c.       Deversifikasi dalam KBK ditunjukkan dengan tanda (*) bagi siswa yang memiliki kemampuan lebih. 


II. Kegiatan Belajar II
Pengembangan Hasil Kajian Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar. Pembelajaran bahasa SD merupakan pembelajaran yang paling utama, terutama di SD kelas rendah I dan II. Dikatakan demikian, dengan bahasalah siswa dapat menimba ilmu pengetahuan, teknologi, seni, serta informasi yang ditularkan dari pendidik. Proses tersebut terjadi sedjak awal belajr di sekolah. Adapun aspek - aspek pembelajaran Bahasa Indonesia SD adalah : Menyimak, Berbicara, Membaca, Menulis, Kebahasaan, dan Sastra.

BAB 4
FONOLOGI BAHASA INDONESIA

A. Pengertian Bunyi Bahasa
Berbicara tentang bunyi memang mempunyai hubungan erat sekali dengan bahasa. Setiap bahasa ditandai oleh bunyi. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua bunyi adalah bunyi bahasa, melainkan hanya sebagai tanda dari bahasa tertentu. Ilmu bunyi pada umumnya dipisahkan pembicaraannya atas dua pokok, yaitu fonetik dan fonemik.
Dalam fonetik yang dibicarakan ialah sistem bunyi suatu bahasa terutama menyangkut  bagaimana menghasilkan bunyi itu, bagaimana bunyi itu ditangkap oleh alat pendengaran, dan bagaimana penutur menyampaikan bunyi tersebut. Sedangkan  fonemik pada dasarnya yang dibicarakan ialah sistem fonem suatu bahasa, maksudnya ialah proses  menentukan suatu satuan bunyi terkecil yang dapat menunjukkan kontras makna/arti sehingga satuan unsur bunyi itu dinamakan fonem (bunyi yang mempunyai arti).

B. Klasifikasi Bunyi Bahasa Indonesia
Setiap bahasa memiliki bunyi tersendiri yang gunanya untuk membedakan bentuk yang satu dengan yang lainnya. Bahasa Indonesia  memiliki bunyi-bunyi yang dikenal dengan konsonan dan vokal. Konsonan terjadi, setelah arus udara melewati pita suara yang terbuka sendiri atau agak lebar, diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung dengan mendapatkan hambatan di tempat-tempat artikulasi tertentu. Dalam pembentukan bunyi konsonan arus udara itu masih mendapat hambatan atau gangguan. Bunyi konsonan ada yang bersuara dan tidak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit dan yang tidak bersuara apabila pita suara terbuka agak lebar.
Bunyi vokal dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit menjadi bergetar ketika dilalui arus udara yang dipompakan dari paru-paru. Selanjutnya, arus udara itu ke luar melalui rongga mulut yang berbentuk tertentu sesuai dengan jenis vokal yang dihasilkan. Arus udara dalam pembentukan bunyi vokal, setelah melewati pita suara tidak mendapat hambatan.

Sub unit 2
Pelafalan Fonem Bahasa Indonesia

A. Pelafalan Fonem
 Bahasa Indonesia mempunyai 28 buah satuan bunyi terkecil pembeda makna, yang biasa disebut dengan istilah fonem (untuk selanjutnya kita sebut juga fonem), yang terdiri dari :
1.      5 buah fonem vokal, yaitu a, i, u, e,  dan o
2.      22 buah fonem konsonan, yaitu b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Di dalam peraturan fonem-fonem itu bukan merupakan bunyi-bunyi yang berdiri sendiri-sendiri yang satu terlepas dari yang lain, melainkan merupakan bagian dari kesatuan bunyi yang lebih besar, misalnya kesatuan suku kata dan kesatuan kata. Di dalam kesatuan-kesatuan itu fonem-fonem ini saling mempengaruhi, sehingga ada kemungkinan ucapan suatu fonem berbeda dari satu posisi dibandingkan dengan posisi lain.
1)      Lafal  Vokal /a/
Vokal /a/ dilafalkan dengan cara menarik lidah ke belakang dan ke bawah, disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan mulut dibuka lebar-lebar membundar.
2)  Lafal Vokal /i/
Vokal /i/ dilafalkan dengan cara menjulurkan lidah ke depan dan ke atas, disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan mulut dilebarkan dan tidak membundar.
3)  Lafal Vokal /u/
Vokal /u/ dilafalkan dengan cara menarik lidah ke belakang dan ke atas, disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan bentuk mulut dibundarkan.
4)  Lafal Vokal /e/
            Vokal /e/ dilafalkan dengan cara menarik lidah agak ke dalam dan ke tengah disertai dengan menghembuskan udara ke luar; sedangkan bentuk mulut dilebarkan sedikit.
5) Lafal Vokal /e/
Vokal /e/ dilafalkan dengan cara menganjurkan lidah ke depan dan ke tengah disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan bentuk mulut dilebarkan.
6) Lafal Vokal /o/
            Vokal /o/ dilafalkan dengan cara menarik lidah jauh ke belakang dan ke tengah, disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan bentuk mulut dibundarkan.
7)  Lafal Konsonan /b/
            Konsonan /b/ dilafalkan dengan cara mula-mula mengatupkan kedua belah bibir rapat-rapat; lalu udara dari dalam diletupkan dengan tiba-tiba sehingga kedua belah bibir itu terlepas.
8)  Lafal Konsonan /p/
Konsonan /p/ dilafalkan dengan cara mula-mula mengatupkan kedua belah bibir rapat-rapat; lalu udara dari dalam diletupkan dengan tiba-tiba sehingga kedua belah bibir itu terlepas.
9.) Lafal Konsonan /d/
            Konsonan /d/ dilafalkan dengan cara mula-mula menempatkan ujung lidah pada gigi atas, lalu udara diletupkan dengan tiba-tiba sehingga ujung lidah terlepas dari gigi atas itu
10) Lafal Konsonan /t/
            Konsonan /t/ dilafalkan dengan cara mula-mula menempatkan ujung lidah pada gigi atas; lalu udara diletupkan dengan tiba-tiba sehingga ujung lidah terlepas dari gigi atas itu. Ucapannya baik pada posisi awal kata maupun pada akhir suku kata adalah sama saja.
11)  Lafal Konsonan /g/
            Konsonan /g/ dilafalkan dengan cara mula-mula menempatkan pangkal lidah pada langit-langit lunak; lalu udara diletupkan dari dalam dengan tiba-tiba sehingga pangkal lidah terlepas dari langit-langit lunak itu.
12)  Lafal Konsonan /k/
            Konsonan /k/ dilafalkan dengan cara mula-mula menempatkan pangkal lidah pada langit-langit lunak. Lalu udara diletupkan dengan tiba-tiba sehingga pangkal lidah terlepas dari langit-langit lunak itu.
13)  Lafal Konsonan /f/
Konsonan /f/ dilafalkan dengan cara mula-mula menempelkan bibir bawah pada gigi atas. Lalu udara dihembuskan ke luar secara bergeser.
14) Lafal Konsonan /z/
Konsonan /z/ dilafalkan dengan cara mula-mula menempatkan ujung lidah pada gigi atas. Lalu udara dihembuskan ke luar secara bergeser.

BAB 5
MORFOLOGI  BAHASA INDONESIA

A.      Proses Morfologi
Proses morfologi adalah proses pembentukan morfem menjadi kata. Ramlan (1983: 190) menyatakan bahwa proses morfologis ialah proses penggabungan morfem-morfem menjadi kata.  Morfem adalah satuan bahasa paling kecil yang tidak dapat dibagi lagi atas unsur-unsur pembentuknya. Kata mempunyai pengertian sebagai satuan bahasa bebas yang paling kecil. Pada tataran morfologi, tingkatan morfem paling rendah dari pada kata. Morfem ada yang dapat berdiri sendiri  dan ada morfem yang sangat terikat kepada bentuk bahasa yang lain. Keberadaan morfem selalu bergantung kepada proses morfologis yang dialaminya. Berbeda dengan morfem, pada morfologi kata menduduki tingkat yang lebih tinggi daripada morfem bahkan merupakan tingkatan yang paling tinggi. Kata selalu dapat berdiri sendiri. Kata merupakan hasil dari proses morfologi yang dialami oleh setiap morfem.
Morfem adalah satuan bahasa yang dapat membentuk kata. Morfem berdasarkan bentuknya dalam bahasa Indonesia ada dua macam morfem, yaitu berikut ini.
1.         Morfem Bebas
Morfem bebas yaitu morfem yang mempunyai potensi untuk berdiri sendiri sebagai  kata dan dapat langsung membentuk kalimat, seperti:
Bantu aku mandi di laut.

2.         Morfem Terikat
Morfem terikat merupakan morfem yang belum mengandung arti maka morfem ini belum mempunyai potensi sebagai kata. Untuk membentuk kata, morfem ini harus digabung dengan morfem bebas. Morfem terikat dalam bahasa Indonesia ada 2 macam yakni morfem terikat morfologis dan morfem terikat sintaksis
a.       Morfem terikat morfologis yakni, morfem yang terikat pada sebuah morfem dasar; adalah sebagai berikut.
prefiks   = awalan ; per-,me-,ter-,di-,ber- dan lain-lain
infiks     = sisipan ; -el-,-em,-er-
sufiks    = akhiran; -an,-kan,-i
konfiks = imbuhan gabungan senyawa’ per-kan, ke-an, dan lain-lain.

B.       Ciri Kata yang Mengalami Proses Morfologis
Jika kita telaah lagi, ternyata morfem-morfem yang membentuk atau yang menjadi unsur kata itu berbeda fungsinya. Ada yang berfungsi sebagai tempat penggabungan dan ada yang berfungsi sebagai penggabung.

C.      Jenis Proses Morfologi
Proses morfologi atau proses pembentukan kata dalam bahasa Indonesia dibagi atas:
1.         Afiksasi
Kita telah mengetahui bahwa afiksasi atau proses pembubuhan afiks adalah proses pembentukan kata melalui afiks pada suatu morfem. Hasil dari proses morfologi ini adalah kata yang berafiks atau kata kompleks. Seandainya hasil dari proses morfologi ini bukanlah bentuk yang berafiks maka proses morfologi  yang terjadi itu bukanlah afiksasi.

2.      Reduplikasi atau Kata Ulang
Kata ulang atau reduplikasi adalah salah satu proses pembentukan kata. Proses yang terjadi adalah pengulangan bentuk dasarnya. Jadi, reduplikasi adalah proses pembentukan kata melalui pengulangan bentuk dasarnya. Bentuk dasarnya itu dapat berupa morfem atau bentuk kompleks. Hasil dari reduplikasi pada umumnya kata ulang. Walaupun demikian, ada beberapa bentuk yang bukan kata ulang melainkan hanya bentuk ulang.        
Tidak semua hasil reduplikasi itu kata ulang, beberapa di antaranya hanya bentuk ulang. Bentuk-bentuk seperti “paru-paru, lobi-lobi, dan kupu-kupu” tidak kita golongkan kata ulang. Bentuk-bentuk tersebut disebut bentuk ulang karena tidak dapat ditentukan bentuk dasarnya. Selain bentuk paru-paru mungkin ada bentuk lain, misalnya “saya senang makan paru goreng”. Walaupun bentuk-bentuk ini bukanlah kata ulang, sulit sekali untuk mengulang bentuk ini, apakah pengulangan “paru-paru, lobi-lobi, kupu-kupu”menjadi” paru-paru – paru-paru, lobi-lobi – lobi-lobi, kupu-kupu – kupu-kupu berterima? Selama ini, bentuk ulang itu tidak dapat mengalami pengulangan lagi. Bagaimana dengan bentuk pipi, dada, dan kuku?  Bentuk-bentuk ini pun tidak termasuk kata ulang melainkan hanya bentuk ulang. Bentuk ulangnya pun hanya pengulangan fonologis. Kita tentu sepakat bahwa bentuk “pi, do, dan ku” tidak ada dalam bahasa Indonesia.

3.      Komposisi atau Kata Majemuk
Komposisi atau pemajemukan adalah proses morfologi atau proses pembentukan kata melalui penggabungan dua morfem yang membentuk satu kesatuan. Hasil dari proses morfologi ini adalah kata majemuk.
                        Bagan arus komposisi atau pemajemukan adalah :
morfem + morfem                   komposisi                    kata majemuk
Berdasarkan bagan arus di atas, bahwa kata majemuk harus selalu terdiri atas dua unsur. Dua unsur pembentukannya itu harus merupakan satu kesatuan.
Ciri-ciri bentuk majemuk adalah sebagai berikut.
a.       Hubungan unsur-unsur pembentukannya rapat atau sudah menjadi satu senyawa.
b.      Struktur unsur-unsur pembentukannya tidak dapat dipertukarkan.
c.       Salah satu atau semua unsurnya adalah pokok kata.

Pengertian Kelas Kata
Kelas kata  (jenis kata) adalah golongan kata dalam satuan bahasa berdasarkan kategori bentuk, fungsi, dan makna dalam sistem gramatikal. Untuk menyusun  kalimat yang baik dan benar dengan berdasarkan pola-pola kalimat baku, pemakai harus mengenal jenis dan fungsi kelas kata.
Jenis Kelas Kata
        Jenis kelas kata yaitu: (1) verba adalah Untuk menentukan apakah sebuah kata bahasa Indonesia  termasuk kata kerja atau tidak, (2) adjektiva adalah ditandai dengan dapat didampingkannya kata lebih, sangat, agak, dan paling, (3) nomina adalah Untuk menentukan apakah sebuah kata bahasa Indonesia termasuk kelas kata benda atau tidak, (4) pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu ke nomina lain, berfungsi untuk menggantikan nomina, (5) numeralia dapat diklasifikasi berdasarkan subkategori:- Numeralia takrif (tertentu),- Numeralia tak takrif (tidak tentu),  (6) preposisi adalah kata yang terletak di depan kata lain sehingga berbentuk frase atau kelompok kata, preposisi dasar: di, ke, dari, pada, demi, dan lain-lain, sedangkan, preposisi turunan: di antara, di atas, dari sam-ping, dari luar, dan kepada.

MODUL 6
SINTAKSIS  BAHASA INDONESIA

Pembagian Kalimat  Berdasarkan  Fungsi dan Struktur Gramatikal
A.    Pengertian Kalimat
Kalimat merupakan suatu bahagian yang selesai dan menunjukkan pikiran lengkap. Yang dimaksud dengan pikiran lengkap adalah informasi yang didukung oleh pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat itu memiliki subyek atau pokok kalimat dan predikat atau sebutan. Kalau tidak memiliki unsur subyek dan unsur predikat, pernyataan ini hanya dapat disebut dengan frasa. Inilah yang membedakan antara kalimat dan frasa. (Arifin dan Tasai, 1991: 83).
            Perumusan mengenai kalimat dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)      Kalimat adalah satu bagian yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap (Keraf, 1978: 156).
2)      Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun dan naik (Ramlan, 1981: 6).
3)      Kalimat adalah sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari bentuk ketatabahasaan yang lain yang lebih besar dan mempunyai ciri kesenyapan fasial yang menunjukkan bentuk itu berakhir (Parera, 1982: 14).
4)      Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan baik secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa (Kridalaksana dkk, 1984: 224).
5)      Kalimat ialah untaian yang berstruktur dari kata (Samsuri, 1985: 53).
Dari batasan-batasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kalimat dapat dibedakan  dari  satuan-satuan  gramatik  dengan  ciri-ciri  yang  dimilikinya  yaitu: (1) unit terkecil dari pernyataan yang lengkap, (2) kata sebagai unsur terkecil, (3) aturan tertentu dalam menyusun unsur-unsurnya, (4) berdiri sendiri dalam ujaran, (5) mempunyai pola intonasi final, (6) mempunyai kelengkapan ujaran yang menyangkut kelengkapan makna, dan (7) terdiri atas klausa.
Moeliono dkk. (1988: 159) mengemukakan pengertian kalimat dengan mendefinisikan bahwa kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titik nada, disela oleh jedah, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan dan memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan berhuruf latin.

B.     Pembentukan Kalimat
Pada dasarnya, kalau seseorang berbicara, ia akan mengucapkan serangkaian kalimat. Kalimat-kalimat yang diucapkan tersebut terbentuk dengan cara tertentu. Jadi, kalimat yang terdapat dalam ujaran manusia, sadar atau tidak, dibentuk dengan mengikuti aturan-aturan tertentu. Aturan tersebut berbeda-beda dalam setiap bahasa (Rusmadji, 1993:66).

Dengan mempelajari aturan-aturan untuk membangun kalimat, sebenarnya secara tidak langsung seseorang sudah mempelajari analisis kalimat. Hal itu mempunyai hubungan yang sangat erat. Pembentukan kalimat melacak proses terjadinya dari bentuk awal, sedang analisis kalimat melacak proses terjadinya kalimat dari bentuk akhir.

C.    Pola Dasar Kalimat
Kalimat yang menjadi dasar perluasan disebut kalimat dasar. Sebuah kalimat sebagai suatu proposisi mempunyai bagian yang menjadi pokok pembicaraan. Pada kalimat dasar pokok pembicaraan itu disebut subjek (kalimat) dan keterangan tentang subjek itu disebut predikat (kalimat). Subjek dan predikat adalah fungsi-fungsi yang dijabat oleh unsur-unsur kalimat, menunjukkan hubungan unsur tersebut. Kalau unsur kalimat yang berfungsi sebagai subjek (S) dan yang berfungsi sebagai predikat (P) disebut unsur pusat, maka kalimat dasar mempunyai dua unsur pusat (Samsuri, 1985: 147).

D.    Struktur Kalimat
Sistem kalimat bahasa Indonesia adalah urutan kata/frase yang menduduki fungsi tertentu, baik sebagai subjek, predikat, objek, maupun keterangan dalam kalimat. Kata/frase yang menduduki fungsi tertentu tersebut dapat dikenal melalui kemungkinan perpindahan urutannya dalam kalimat, tanpa menimbulkan perubahan makna dasarnya.
Pada dasarnya kata/frase yang berfungsi sebagai subjek (S) selalu terletak di depan kata/frase yang berfungsi sebagai predikat (P). Jadi, kalimat dasar berstruktur S-P. Struktur yang demikian merupakan struktur yang biasa terdapat pada kalimat netral. Dalam kalimat netral mungkin terdapat kata/frase netral yang memiliki objek berstruktur S-P-O, kalimat yang memiliki keterangan berstruktur S-P-K, sedangkan ynag memiliki objek dan keterangan, berstruktur S-P-O-K.

1.         Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas. Klausa bebas yang dimaksudkan adalah klausa yang secara potensial dapat berfungsi sebagai kalimat tunggal. Klausa bebas tersebut tetap menunjukkan pertalian makna atau hubungan antara satu dengan lainnya. Kalimat majemuk terdiri atas tiga bentuk yaitu (1) kalimat mejemuk setara, (2) kalimat majemuk tidak setara, dan (3) kalimat majemuk campuran.
a.      Kalimat Berita
Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain, sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian. Kadang-kadang perhatian itu disertai anggukan, kadang-kadang pula disertai ucapan ya.
b.      Kalimat tanya
Kalimat tanya  berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat ini memiliki pola intonasi kalimat berita. perbedaannya terutama terletak pada nada akhirnya. Pola intonasi kalimat berita bernada akhir turun, sedangkan pola intonasi kalimat tanya bernada akhir naik, disamping nada suku terakhir yang lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan suku terakhir pola intonasi kalimat berita. Pola intonasinya ialah : [2] 3 // [2] 3 2 #. Disini pola intonasi kalimat tanya itu digambarkan  dengan tanda tanya. Kalimat tanya sering menggunakan kata tanya seperti bagaimana, mengapa, di mana, atau kapan.
c.       Kalimat perintah atau permintaan
Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat perintah mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak berbicara. Berdasarkan ciri formalnya, kalimat ini memiliki pola intonasi kalimat berita dan kalimat tanya. Pola intonasinya ialah 2 3 # atau 2 3 2 # jika diikuti partikel lah pada P-nya.


Subunit 2
Kalimat Berdasarkan Sifat Hubungan Aktor – Aksi

A. Kalimat Aktif dan Kalimat Pasif
       Kalimat aktif dan kalimat pasif dalam bahasa Indonesia sering dibicarakan orang, termasuk dalam dunia sekolah sejak dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hal itu tidaklah aneh karena pemakaian kalimat aktif dan kalimat pasif tersebut erat kaitannya dengan cara pengungkapan pokok persoalan. Bahkan, ada beberapa ahli bahasa yang menarik simpulan bahwa masyarakat cenderung menggunakan kalimat pasif daripada kalimat aktif. Kenyataan itu ada kaitannya   dengan perilaku masyarakat Indonesia yang cenderung pasif. Benar atau tidaknya masih perlu pembuktian yang cermat
       Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan tindakan atau perbuatan, dari segi kelengkapan unsur kalimat, kita mengenal kalimat aktif transitif( kalimat yang membutuhkan kehadiran objek) dan kalimat aktif intransitif (kalimat yang tidak membutuhkan objek).
Kalimat pasif adalah kalimat yang kata kerjanya berawalan di- dan ter- yang menduduki posisi predikat.
Kalimat aktif diubah menjadi kalimat pasif dengan cara sebagai berikut :
a) subjek dalam kalimat aktif menjadi objek dalam kalimat pasif.
b) objek dalam kalimat pasif menjadi subjek dalam kalimat aktif.
      c)  kata kerja berawalan meN- menjadi kata kerja berawalan di-.
Kalimat aktif disebut juga kalimat tindak, yaitu kalimat yang subjeknya aktif melakukan tindakan atau pekerjaan. Dengan kata lain, kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku atau aktor. Pengertian di atas dapat dibandingkan dengan penjelasan Muclich tentang pengertian kalimat aktif yaitu sebagai berikut. “ Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku atau aktor. Subjek kalimat ini berupa kata benda yang berkedudukan sebagai pelaku, dan predikatnya berupa kata kerja yang mendukung suatu perbuatan.
  
MODUL 7
SASTRA INDONESIA

A.      Pengertian
Berdasarkan asal-usulnya, istilah kesusastraan berasal dari bahasa Sansekerta, yakni susastra. Su berarti ‘bagus’ atau ‘indah’, sedangkan sastra berarti ‘buku’, ‘tulisan’, atau ‘huruf’. Berdasarkan kedua kata itu, susastra diartikan sebagai tulisan atau teks yang bagus atau tulisan yang indah. Istilah tersebut kemudian mengalami perkembangan. Kesusastraan tidak hanya berupa tulisan. Ada pula yang berbentuk lisan. Karya semacam itu dinamakan sastra lisan. Oleh karena itu, sekarang kesusastraan meliputi karya lisan dan tulisan dengan ciri khas pada keindahan bahasanya. Pengertian yang lebih luas dapat kita temukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) bahwa yang dimaksud dengan kesusastraan adalah sebagai berikut:
1. seni mencipta suatu karya tulis yang indah bahasanya;
2. karangan-karangan yang berupa karya sastra;
3. pengetahuan yang bertalian dengan seni sastra;
4. buku-buku yang termasuk lingkungan seni sastra.

B.  Sastra sebagai seni dan ilmu
1.      Seni Sastra
Sastra merupakan salah satu cabang seni di samping seni lukis, seni tari, dan seni musik. Sebagaimana karya-karya seni lainnya, sastra merupakan produk budaya yang mengutamakan keindahan. Bedanya, bila seni lukis bermediumkan gambar, seni tari dengan gerakan, dan seni musik dengan bunyi-bunyian, seni sastra mediumnya berupa bahasa.
2.      Ilmu Sastra
Ilmu sastra adalah pengetahuan yang menyelidiki secara sistematis dan logis mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan karya sastra. Dengan adanya ilmu sastra, seseorang dapat mempelajari dan menelaah suatu karya sastra secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Ilmu sastra terbagi menjadi empat cabang, yakni teori sastra, sejarah sastra, kritik sastra, dan fi lologi.
a.       Teori sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari prinsipprinsip dasar sastra, seperti sifat, struktur, dan jenis karya sastra.
b.      Sejarah sastra adalah cabang ilmu sastra yang menyelidiki sastra sejak ada hingga perkembangannya yang terakhir.
c.       Kritik sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari karya sastra dengan memberikan pertimbangan dan penilaian atas baik-buruknya, kekuatan, dan kelemahan karya sastra.
d.      Filologi adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari aspek kebudayaan untuk mengenal tata nilai, sikap hidup, dan alam pikiran suatu masyarakat yang melahirkan karya sastra.

C.  Fungsi Sastra
Ada dua fungsi atau manfaat membaca karya sastra, yaitu fungsi rekreatif dan fungsi didaktif.
1.    Fungsi Rekreatif (Delectare)
Dengan membaca karya sastra, seseorang dapat memperoleh kesenangan atau hiburan, yaitu bisa mengembara, berekreasi, dan memperoleh suguhan kisah dan imajinasi pengarang mengenai berbagai kehidupan manusia. Dari sana, seseorang dapat merasa terhibur, puas, dan memperoleh pengalaman batin tentang tafsir hidup dan kehidupan manusia yang disajikan oleh pengarang.
2.    Fungsi Didaktif (Decore)
Dengan membaca karya sastra, seseorang dapat memperoleh pengetahuan tentang seluk-beluk kehidupan manusia dan pelajaran tentang nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang ada di dalamnya. Dari sana, orang tersebut terbangkitkan kreativitas dan emosinya untuk berbuat sesuatu, baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain.

D.  Jenis-Jenis Karya Sastra
Berdasarkan bentuknya, sastra terbagi menjadi tiga jenis, yakni prosa, puisi, dan drama.
1.    Prosa adalah karya sastra yang penyampaiannya berupa naratif atau cerita. Prosa disebut juga sebagai karya cangkokan karena di dalamnya tersaji monolog atau dialog. Dalam prosa terdapat seorang juru bicara (tukang cerita) yang mewakilkan pula pembicaraannya kepada pelaku-pelaku dalam cerita yang dibawakannya.
2.    Puisi adalah karya sastra yang disajikan dengan bahasa singkat, padat, dan indah. Puisi pada umumnya berupa monolog. Dalam puisi hanya ada seorang yang berperan sebagai juru bicara.
3.    Drama adalah karya sastra yang pada umumnya berupa dialog. Dalam drama terdapat berbagai pelaku yang berbicara.

Daftar Pustaka



Badudu , J.S. dan Zain, Sutan Mohammad. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Cayne, Bernard S., dkk. 1990.The New Lexicon Webster’s Dictioanray of The English Languange. New York: Lexicon Publication. Inc.

Dallman, Martha, dkk. 1974. The Teachings of Reading. St. Cloud: Holt, Rinehart Wiston, Inc.

Effendi, S. 1982. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Alam.

Rosdiana, Yus., dkk. 2007. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.

Rusyana, Yus. 1979. Meningkatkan Kegiatan Apresiasi Sastra di Sekolah Lanjutan. Bandung: Gunung Larangan.


Santosa, Puji,dkk. 2003. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Sarumpaet, Riris K. Toha. 1976. Bacaan Anak –anak. Jakarta: Pustaka Jaya.
Shadily, Hassan, (ed). 1980.Ensiklopedi Indonesia I. Jakrta: Penerbit Buku Ichtiar Baru-Van Hoeve.

Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI Press.

Supriyadi, dkk. 1991. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud.

Tarigan,Djago, dkk. 2001. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.


Tim Penyusun Kamus. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Terima Kasih Anda Telah Membaca Artikel
Judul: Kajian Kebahasaan dan Kesusastraan
Ditulis Oleh Unknown
Berikanlah saran dan kritik atas artikel ini. Salam blogger, Terima kasih

0 comments:

Post a Comment